-->

Sinopsis The King Loves Episode 8

- Juli 26, 2017
>
Sinopsis The King Loves Episode 8

Sumber Gambar: MBC


Won buru-buru turun untuk menemui San tapi ia melihat San sedang asyik mengamati berbagai minuman di rak. Won duduk untuk mengamati San.


Dan memperhatikan bagaimana Won menatap San, ia menyadari ada yang berbeda. Rin menghampirinya untuk mengantarnya kembali ke kereta. 

"Aku membawa sarapan." Kata Dan.

"Aku akan pastikan dia memakannya."

"Aku harus menyapanya."


Rin menarik adiknya untuk pergi. Dan enggan, ia bertanya bagaimana luka Won. Rin memastikan kalau Won baik-baik saja. Dan pun terpaksa pergi.


San mengambil sedikit minuman dari salah satu guci. Won mendatanginya dan merebut minuman itu.

"Kau pasti gila. Beraninya kau mencuri minuman keras Seja Jeoha."

"Aku baru saja mau meminumnya."

"Aku pikir kau akan menyelam ke dalamnya."

"Tolong diam." San keceplosan memukul Won.

"Dan sekarang kau menyakiti Penjaga Seja Jeoha."


San meminta Won mengembalikan minuman itu. Won tidak memberikannya, ia bertanya ngapain San disana, apa untuk menemuinya?

"Bukan kau, tapi yang satunya lagi."

"Soo In?"

"Dimana dia? Aku harus bertanya sesuatu padanya."

"Aku lebih tahu dari apa yang dia tahu."

"Aku dengar Yang Mulia hampir tertembak panah."

"Hanya beberapa pejabat terdekat saja yang tahu tentang itu. Bagaimana kau bisa tahu?"

"Apa kau sedang mencari pelakunya? Biarkan aku saja yang cari."


Rin datang, langsung menyahut, apa San tahu siapa pelakunya? Seorang pria berpakaian hitam dengan topi jerami. San heran, bagaimana Rin bisa tahu ciri-ciri pelakunya?

"Aku melihatmu mengikutinya."

"Bagaimana kau bisa tahu?!"

"Aku yang bertanya lebih dahulu."

Won menengahi,pelan-pelan saja, orang mungkin akan mengira mereka ini sedang bertengkar. Rin memelankan nada bicaranya, siapa pria itu? Won membisiki Rin untuk berhenti.

San merebut minuman dari tangan Won, lalu menenggaknya sekali teguk. San menjelaskan dengan mata berkaca-kaca, "Pria itu... Orang itu... yang membunuh Nyonya ku tujuh tahun lalu."

Semuanya terdiam terkejut.


Won memesan makanan untuk San, Rin juga ikut. Rin mengingatkan bahwa WOn tidak mempercayai wanita itu. Won menjawab, wanita itu punya nama, namanya So Hwa.

"Dia bilang dia pembantu Menteri Keuangan, tapi tidak ada yang mengenalnya." Paksa Rin.

"Sekarang dia tidak bekerja di sana. Dia murid Guru Lee."

"Hubungannya dengan Menteri Keuangan juga aneh. Malam itu..."

"Gurunya akan mengikutinya jika dia khawatir."

"Berapa lama kau akan menyembunyikan diri?"

"Sampai ini tidak menyenangkan lagi."

"Maaf?"

Makanan mereka datang. Won tidak menjawab Rin, tapi lagsung membawa makanan itu untuk San.


Ternyata San sedang menggambar, gambar tato Moo Suk. Tapi menurutku, gambarnya 11-12 lah sama gambar Rin. San menjelaskan kalau itu tato pria itu, tatonya besar, dari bawah pergelangan tangan sampai lengannya dan warnanya merah. 

San akan makan makanan itu meggunakan tangan, Rin langsung menyodorkan sumpit. Rin mengambil gambar itu, ia berkata akan mengurusnya bersama WOn jadi San pulang saja.

"Siapa yang bilang?" Protes San.

"Ya, siapa yang bilang begitu?" Won setuju dengan San.

"Ini berbahaya. dan dia akan menyusahkan kita." Jawab Rin.


Won berjalan mendekati San, ia telah bertarung dengan San beberapa kali, dan San tidak akan menyusahkan. Paling tidak San bisa menggambar lebih baik dari Rin. Rin mendadak merangkul San.

"Singkirkan." Perintah San.

"Oh! Mengapa tanganku sampai kesitu?" Won pura-pura dan segera menjauhkan tangannya.

Won mengijinkan San ikut dengan mereka menangkap pria itu.


Mereka bertiga berjalan melewati pasar. Won meminta Soo Ah menjawab itu bagus jika Soo In menunjukkan gambarnya pada San.

"Apa kau mengatakan, kau tahu orang-orang yang memiliki hubungan dengannya?" tanya San.

"Soo In mengikat mereka, tapi mereka kabur dengan cepat." Jawab Won.


San memandang remeh Rin, ia sudah tahu itu. Rin cemberut, tahu apa memangnya.

"Caramu bertindak itu sangat... Auh."

"Sangat?!"

Lalu mereka kembali jalan.


Ternyata Moo SUk memperhatikan mereka, ia menyamar sebagai pria tua yang jualan burung. 


Tujuan pertama mereka adalah tempat pengrajin anak panah. Rin menunjukkan lencana Seja dan berkata kalau mereka sedang menyelidiki kasus dibawah utusan Seja.

Rin menunjukkan anak panah itu dan pengrajin disana mengenalinya, memang ia yang mengukir anak panah itu. Rin bertanya kapan mereka mengirim anak panah itu.

"Saat itu tanggal 15 pada malam hari. Itu perintah yang tiba-tiba."

"Apa ada anak panah yang rusak?" Tanya Rin lagi.

"Itu tidak mungkin. Jika kami menemukan panah yang rusak, Kami akan membakar semuanya di sana."

"Berapa panah yang kau kirimkan malam itu?"

"Kami menghitungnya tiga kali. Itu 24 set, jadi total 120 anak panah."

"Kami sudah menghitung anak panah yang diterima Seja Jeoha, dan itu hanya 118 anak panah. Dua anak panah telah hilang."


San dan Won memperhatikan seseorang yang tampak gelisah. Won lalu maju dan menanyai orang itu.

"Katakan apa yang ada dipikiranmu." Suruh Won.

"Itu... akulah satu-satunya yang mengirim anak panah tersebut. Ada insiden pada saat aku mengirimnya. Aku bertemu pasangan suami istri dalam perjalanan. Istrinya hampir melahirkan."


Mereka membawa orang itu ke luar. Rin bertanya, apa mungkian salah satu pasangan yang sudah menikah itu sangat kurus, dan yang satunya gemuk? Pria itu membenarkan.

"Benar. Mereka seperti itu." Jawab orang itu.

"Apa menurutmu itu mereka? Dua orang pria yang kau ikat." Tanya Won pada Rin.

"Kita akan tahu begitu kita menangkapnya."


Won memerintahkan untuk membawa orang-orang itu ke tempat yang aman. Tapi ia mengatakan itu dengan tidak memandang siapapun. Pastikan tidak ada yang menemukannya.


San bertanya-tanya, aku? Lalu Jin Gan dan Jang Eui meloncat dari atap dan langsung membawa dua orang itu. San terkejut dibuatnya.


Rin dan Won menemui anak-anak, mereka sangat senang Rin dan Won berkunjung, apalagi Rin dan Won membawa makanan.

Yang paling besar disana meminta pekerjaan pada Won.


Selebihnya mereka diajak Won dan San untuk mencari Moo Suk. Sebelumnya San menerangkan bagaimana bentuk tato Moo Suk dan dimana letaknya.


Mereka langsung bergerak untuk mencari, setiap orang mereka periksa lengannya, tapi tidak mudah memang menemukan Moo Suk.


Sekelompok pria berkuda berjalan melewati padang pasir. Ada anak kecil di tengah jalan sedang mengambil mainannya. Anak itu diem saja disana wapaupun rombongan pria berkuda semakin dekat.


Untung ada seorang pria yang menyelamatkannya, meski nyawa taruhannya. Pria itu juga mengambilkan mainan si anak. Setelah agak jauh dari si anak, pria itu membuka maskernya. Dia adalah Moo Suk.


Bi Yeon dan beberapa orang mengelilingi "pagoda" sejak pagi. Song In mengamati mereka. Orang yang bersama Song In menjelaskan, mungkin Bi Yeon memiliki banyak keinginan.


San mengajak Won dan Rin mampir di kesai makanan, ia masih makan dengan lahap padahal baru makan banyak tadi.

San: Jujurlah. Kalian berdua bukan dalam masa pelatihan, bukan?

Won: Bagaimana bisa kau curiga dengan kami lagi?

San: Aku lihat kau memerintahkan penjaga lain. Bagaimana mungkin seseorang yang masih dalam masa pelatihan bisa melakukan itu?

Won: Oh itu, kami memang dalam masa pelatihan, tapi kami...

San: Ini artinya kau berasal dari keluarga yang punya kekuasaan. Ini masalah besar. Kau sungguh tidak memiliki kemampuan, Tapi kau bisa begini karena menggunakan kekuatan Ayahmu.

Won: Aku rasa kami masih memiliki kemampuan.

San: Kau harusnya malu.

Won: Kami masih memiliki kemampuan, tahu.


San berjalan duluan, tinggal Won dan Rin disana. Rin membenarkan San. WOn memelototi Rin, karena sementara mereka disana, Rin adalah anak orang berkuasa jadi Rin harus membayar semuanya. 


Won merasa ia setidaknya lebih baik dari Rin, tapi Rin membantahnya. Won mengingatkan kalau Rin tidak pernah menang melawannya. Itulah mengapa Rin tidak pernah bisa memakai Pedang Soyong.

San: Apa itu Pedang Soyong?

Rin: Sesuatu yang tidak ada di dunia ini. Itu hanya nama.

Won: Jika kau ingin melihatnya, kau harus menang melawanku.

San: Dia (Won) menantangmu (Rin) untuk menang.

Rin: Kau harus berkata jujur. Kau selalu memulai lebih dulu dari aku ketika kau mengatakan itu lombanya. Perlombaan harusnya jelas dari awal.


San menghentikan mereka, kalau begitu ia akan memulai perlombaan itu. Rin dan Won setuju.

"Kita harus berlari sampai persimpangan tiga arah. Pemenangnya akan mendapatkan Pedang Soyong itu."

San berlari duluan, "Perlombaan... dimulai." dan ia jelas berada di posisi depan karena mulainya saja paling awal.


Rin berkata kalau itu tidak adil, tapi Won tidak peduli, ia lalu menyusul San berlari.


Jadinya San diposisi pertama, Won kedua dan terakhir adalah Rin.


San dan Won bertarung dan mereka menggunakan Rin sebagai tameng.


Mereka melewati sebuah jembatan. San lalu naik ke pembatas jembatan itu. Won khawatir dan selalu berdiri dibawahnya.


San melangkah perlahan dan akan jatuh, Rin akan membantu tapi keduluan Won karena posisi Won lebih dekat pada San.


Ada satu kelopak bunga tertiup angin dan jatuh ke atas rambut Rin. Rin menerbangkannya lagi dan kelopak itu melewati San lalu mendarat di telapak tangan Won. Won juga meniup kelopak bunga itu kembali ke udara.


Mereka kembali ke penginapan. Ri melarang San masuk dan menyuruhnya untuk segera pulang karena sudah larut.

"Kalau begitu jika mereka menemukannya..." kata San.

"Kami akan memberitahumu. Beri tahu kami kau dimana dan kami akan kesana." Potong Rin dan San menangguk.


San mengambil selimut lalu menggelarnya di luar, uia berbaring disana.

Rin: Apa yang kau lakukan?

San: Jangan pedulikan aku. Aku akan tidur di sini, jadi jika ada sesuatu, kau bisa memberi tahuku.


Won tersenyum lalu ia menarik San untuk masuk ke dalam.


Rin melihat ada orang aneh. Tapi ia tidak mencaritahu lebih lanjut karena Won menyuruhnya untuk cepat masuk. Orang itu adalah Moo Suk.


Moo Suk melapor pada Song In. Seorang wanita bersama dengan Won dan Rin sepanjang hari.

"Aku tahu wanita itu. Saat kami mendapat anak panah dari Bokjeonjang, dia menabrakku dengan sengaja." kata Moo Suk.

"Apa kau menunjukkan wajahmu?"

"Aku ragu. Aku kehilangan dia."

"Tapi kurasa dia melihat pergelangan tanganmu."

"Maaf?"

"Beberapa anak mencari pria dengan tato ular di pergelangan tangannya. Wanita yang kau katakan lolos itu mengejarmu di tempat berburu."

"Apa Anda membiarkan dia hidup?"

Moo Suk keceplosan bicara, ia berkata akan segera menyingkirkan San, akan ia pastikan San tidak membuat masalah.

"Apa kau tahu namanya?" tanya Song In.

"Aku akan mencari tahu."

"So Hwa. Itu nama dia. Itu ada di pisaunya. Ini adalah pedang yang sangat berharga dan mahal. Bagaimana dia bisa mendapatkan ini? Dia tidak mungkin mendapatkan ini sendiri. Pasti seseorang yang memberikannya. Apa kau mengatakan, dia dekat dengan Seja Jeoha?"

"Mereka tampak seperti teman dekat."

"Begitukah? Ini pilihan yang tepat untuk membiarkan dia tetap hidup."

Song In mengajak Moo Suk pergi, banyak yang harus mereka lakukan malam ini.


Rombongan Song In-Jeon berpapasan dengan rombongan Choi Se Yeon di istana. Choi Se Yeon lalu menkode Kasim Kim untuk mengikuti mereka.


Jeon dan Song In menemui Raja. Jeon berkata kalau ini adalah masalah darurat jadi ia terpaksa menemui Raja. Raja menyuruh Jeon untuk menyampaikannya.

"Ini tentang orang yang mencoba menyakiti Anda di Bokjeonjang..."

"Seja sedang menyelidiki kasus itu. Kudengar dia berusaha keras."

"Anda harus menghentikan Seja Jeoha dari penyelidikannya, Yang Mulia."

"Apa maksudmu? Aku bertanya padamu."

"Seja Jeoha menangkap orang-orang yang ada hubungannya dengan kejadian tersebut."

"Lalu?"

"Aku dengar seseorang membunuh mereka satu per satu."

"Apa Seja Jeoha sadar akan hal itu?"

"Itu..."

"Kau seharusnya  melapor pada dia terlebih dahulu!"

Jeon berlutut, "Yang Mulia, orang itu bekerja untuk Seja Jeoha."


"Hahaha Kacau sekali. Orang-orang di sekitarku sibuk bercerita satu sama lain? Apa kau dengar tentang itu?" tanya Raja pada Song In. "Apa kau mendengarnya?!"

"Aku telah menyelidikinya sebelum datang ke sini."

"Lalu?"

"Seja Jeoha, Putra ketiga Kanselir (Rin), dan orang itu.. terlihat sangat dekat."

" "Orang itu"? Dan orang itu.. membunuh siapapun yang ada kaitannya dengan percobaan pembunuhanku?"

"Ini perlu diselidiki. Sampai kita mendapat kabar lebih banyak lagi, Aku rasa lebih bijaksana untuk menghentikan penyelidikan Seja Jeoha."

Raja diam sebentar, lalu ia menendang meja dengan kesal.


Kasim Kim yang sedang menguping takut, ia langsung buru-buru pergi.


Kasim Kim melapor pada Permaisuri. Ada Choi Se Yeon, dayang Jo dan Furatai di ruangan Permaisuri. 

"Mereka berbicara tentang Seja Jeoha." Kata Kasim Kim.

"Apa yang mereka bicarakan?" tanya Permaisuri.

"Seseorang yang membunuh saksi."

"Siapa?"

"Orang-orang Seja Jeoha."

"Apa maksudmu?" tanya Choi Se Yeon.

"Mereka mengatakan orang dari Seja Jeoha telah membunuh saksi. Saksi yang terlibat dalam percobaan pembunuhan Yang Mulia." Jelas Kasim Kim.


Choi Se Yeon ternyata orang Song In dan saat ini ia sedang melapor pada Song In. Song In sudah tahu selama ini, Permaisuri Won Sung, Ratu tersayang mereka, Python yang hidup jauh dari istana.

"Segala sesuatu harus dilakukan sampai selesai. Apa lagi?" tanya Song In.

"Apa maksudmu?"

"Kau berisiko ketahuan ketika datang ke kamar rahasiaku. Kau pasti memiliki sesuatu yang ingin dilaporkan."

"Kesehatan Ratu..."

"Apa memburuk?"

"Dia meminta obat lebih banyak dan botol obatnya menjadi lebih penuh."


Song In menyuruh Boo Yong untuk memeriksanya.

"Apa dia mengizinkanku dekat dengannya?" tanya Boo Yong.

"Kita akan membuat dia setuju. Apa ada yang lain?" tanya Song In pada Choi Se Yeon. Choi Se Yeon langsung keluar karena tidak ada lagi.

Boo Yong bertanya, apa yang Song In pikirkan sampai tersenyum begitu?

"Ada usaha untuk menyembunyikannya." jawab Song In.

"Sembunyikan apa?"

"Ketakutan. Dia berusaha keras untuk menutupi itu."

"Siapa yang melakukan itu?"

"Wanita itu."


Sementara itu didalam, San dan yang lain minum-minum, lebih tepatnya San minum sendiri sih, soalnya ia hampir yang menghabiskan semuanya.

Won: Wah... Bagaimana bisa seseorang yang begitu kecil meminum alkohol begitu banyak?

San: Menurutmu, mengapa aku bisa menjadi murid favorit Tuanku? Murid.. yang kuat untuk menemaninya minum dan tahan dengan tingkah mabuknya. Itu aku.


San akan minum lagi tapi Rin menghentikannya. Rin mengatakan pada Won bahwa San sudah sangat mabuk.

Won: Tidak ada manusia yang bisa minum sebanyak ini.

Rin: Mengapa kau membawanya ke sini dan membiarkan dia meminum semuanya?

San: Ssssttt!!! Diam.

Rin: Aku juga ingin diam.

San: Aku.. tidak punya rumah untuk pulang, dan aku tidak punya uang, jadi aku ini seorang pengemis. Aku berjalan berkilo-kilo untuk datang ke sini demi Nyonyaku dan tidak ada yang bisa menuangkan minuman untukku.

Won lalu menuangkan minuman untuk San dengan senang hati. Won sangat senang melihat San minum banyak begitu.


San mendadak membicarakan kejadian 7 tahun lalu, "Nyonyaku meninggal karena aku. Selama tujuh tahun, setiap malam aku berpikir. Bagaimana jika.. aku tidak bersikeras untuk pergi ketempat lain? Bagaimana jika pengawal kami tidak dibagi menjadi dua kelompok?"

San akan minum lagi, tapi WOn bilang, "Sudah cukup." Won menghentikannya.

"Kalau saja ada yang memberitahuku. Jika saja ada satu orang.. yang menyuruhku untuk tidak pergi. Aku tidak akan pergi seperti itu. Lalu tidak akan ada yang mati."


Won mengingat lagi kejadian itu. Rin berulang kali menyuruhnya kembali ke istana dan melaprkan saja pada petugas, ia tidak mau karena sepertinya menyaksikan itu akan menyenangkan.


"Tidak akan ada yang mati. Ini sangat menyebalkan. Setiap malam..." Kata San lalu ia bangun dan berbaring di kursi yang dijejer.


San tertidur, Rin membangunkannya dengan mengguncang-guncang tubuhnya tapi tetap tidak bangun.

"Begitulah dia saat sedang mabuk. Dia tertidur begitu saja. Dia seperti ini ketika di dalam gua. Dia meminum semuanya sendiri dan tertidur. Dia setengah mati." kata Rin pada Won.

Won: Memang benar. Jika aku tidak menganggap mereka sebagai tontonan yang lucu.. Jika aku memperingatkan mereka.. Maka mereka tidak akan mati.

Won sangat menyesalinya selama ini. Ia lalu menuang minuman segelaspenuh dan menenggaknya sekaligus.


Rin menggendong San ke kamar dan membaringkannya disana.


"Dia selalu tidur seperti itu. Dia pasti tidur seperti ini selama tujuh tahun." Kata Won.

"Berhentilah memikirkan itu."


"Aku selalu tidur nyenyak setiap malam."

"Anda bisa tidur di tempat tidurku. Aku akan menyiapkannya."

"Wanita ini..."


Won berjalan mendekati San, "Dia menangis."

Won pun menghapus airmata San dengan lembut.


Bi Yeon menyuruh San untuk melakukan sesuatu sebelum ada lamaran resmi.

"Oh... Mengapa? Kau tidak menyukainya?"

"Agasshi. Hidup di gunung pasti membuatmu lupa. Aku adalah pelayan wanita rendahan. Aku tidak bisa menikahi seseorang sebagai gantimu. Pikiran itu menggangguku."

"Kenapa kau tidak bisa menikahinya? Bi Yeon-ah, inilah kesempatanmu untuk menjadi istri seorang bangsawan."

"Agasshi."


San berjanji akan mencari tahu tentang Tuan Muda itu untuk Bi Yeon. Penampilan, sikap, intelektual, semuanya. San akan minum lagi tapi Bi Yeon mengambil gelasnya, takutnya San nanti akan mabuk.


"Sekarang beritahu aku. Apa kau menyukai pria dengan mata bulat seperti bulan purnama.. Atau pria dengan mata sipit seperti bulan sabit.."

"Agasshi."

"Kau harus memberi tahuku agar aku bisa mengetahuinya."

San lalu memaksa minum lagi.
>


EmoticonEmoticon

 

Start typing and press Enter to search