-->

Sinopsis Tomorrow With You Episode 9 Part 2

- Maret 04, 2017
>
Sumbar Gambar dan Konten dari tvN

Sinopsis Tomorrow With You Episode 9 Part 2


Ma Rin ketemu So Joon dan mereka jalan bersama. Ma Rin mulai membahas mengenai Se Young. So Joon langsung menyahut untuk menyuruh Ma Rin mencoba akrab dengan Se Young karena Se Young sudah seperti keluarga buatnya. Ma Rin berdecak, apa teman sejak kecil selalu seperti keluarga?

"Setelah insiden Stasiun Namyeong, saat aku sendirian, ibu dan ayahnya menjagaku seperti keluarga sendiri."

"Orang tua Se Young?"

"Ya. Aku tinggal di rumah mereka beberapa bulan. Aku berhutang banyak pada mereka."

Ma Rin panas mendengarnya, ia tiba-tiba merasakan besarnya kasih sayang Se Young. Ia tidak mengerti bagaimana bisa Se Young menahannya selama ini. So Joon tidak paham dengan arah pembicaraan Ma Rin.

"Tidak pernah terjadi 'something' antara kalian?"

" 'Something?' Yaa, berhentilah bicara omong kosong."

Ma Rin mengingatkan kalau mereka sedang di pantai jadi mari bicara terbuka soal masa lalu. Pertama, Ma Rin menanyakan berapa kali So Joon pacaran. So Joon enggan menjawabnya, Ma Rin bilang tidak apa-apa, tidak perlu dijelaskan detailnya, sebut saja angkanya.

"Tidak ada yang perlu dikatakan." Jawab So Joon.

"Katakan saja. Aku bisa menerimanya, kok."

"Tidak ada. Aku tidak pernah memiliki hubungan sebelumnya."

"Apa?"

"Benar. Aku ini sangat jual mahal. Aku layaknya monumen raksasa."

"Tidak sama sekali?"

"Ya."

"Kenapa?"

"Sulit buatku untuk jujur. Juga, ada banyak hal yang lebih menarik daripada berkencan. Jadi, kau tidak punya pengalaman kencan."

"Itu sebabnya kau sangat tidak peka. Aku mengerti. Aku paham."

"Bukan aku tidak bisa peka, hanya sengaja tidak melakukannya."

"Kau tidak menyesalinya? Menikah tanpa pernah berkencan."

"Kau wanita yang kunikahi. Kau harusnya tersentuh karena hal ini. "Bagaimana aku bisa menikahi pria sehebat ini?" "Di kehidupan sebelumnya, aku pasti sudah menyelamatkan negara". Bukankah seharunya begitu?"

"Percuma, tidak ada gunanya. Kau seperti robot."

"Aku bisa mengencanimu. Tidak ada yang bisa kulakukan selain mengencanimu selamanya."

"Kita sudah menikah, berkencan apanya?"

"Memang ada hukum yang menentang pasangan menikah untuk berkencan?"

"Kau pria yang sudah menikah, aku juga wanita yang sudah menikah. Mana bisa kita berkencan?"

"Terserahlah. Aku tahu sebenarnya kau suka."

"Terserahlah."


So Joon merangkul bahu Ma Rin, "Kenapa kita tidak kencan saja? Kita sudah menikah."

"Benar-benar, aku bahkan tidak bisa menolak karena suamiku yang mengajak. Ayo lakukan. Kita berkencan. Mari kencan dengan bergairah."

"Kalau begitu, ini hari pertama kita."

"Hari pertama?"

"Ya. Wow! Aku berkencan."

Dan mereka berdua jejingkrakan.


Ki Doong membuka matanya,lalu ia menoleh ke samping kiri ternyata ada Se Young disana. Ki Doong tidak bergerak menunggu Se Young bangun. Se Young bangun, ia langsung memukuli Ki Doong.

"Aku tidak tahu, tidak tahu! Ini kamar dan kasurku, bahkan tasku ada di sana. Jangan tarik selimutnya. Kurasa... kurasa aku tidak pakai apa pun di baliknya." Bela Ki Doong.

"Astaga, apa-apaan ini!"

"Apa yang terjadi kemarin malam?"

"Aku juga tidak tahu!"

Kilas Balik..


Se Young dan Ki Doong minum-minum berdua. Se Young menangis dalam mab*knya, ia menyesal sampai setua itu belum pernah berciuman. Selama ini ia menjaga dirinya untuk So Joon, menjaga diri tapi ditolak. Ia mengaku bodoh karena sudah menunggu So Joon.

Ki Doong mmengaku pernah berciuman sekali. Ciuman pertamanya dengan Se Young. Se Young merasa tidak pernah melakukannya.

"Kau ingat saat ada perjalanan kampus bersama? Kita melakukan permainan minum. Nomor satu dan tiga ditentukan untuk berciuman. Aku nomor satu, kau nomor tiga."

"Bagaimana kita melakukannya?" Se Young mengecup bibir Ki Doong, "Seperti ini?"

Kilas Balik Selesai...


Ki Doong mengingatkan kalau Se Young dulu yang memulainya. Se Young membentak, ia mengerti mengerti kok. Ki Doong tidak akan meminta Se Young bertanggung-jawab, tapi karena ia pria maka ia yang akan bertanggung-jawab.

"Kau ingin aku bagaimana mulai sekarang?" Tanya Ki Doong.

"Jangan berpikir melakukan apa pun!"

"Hei, tetap saja..."

"Jaga jarak! Hapus saja dari ingatanmu. Kemarin itu hanya kesalahan saja."

"Hei, Se Young."


Sementara itu, So Joon dan Ma Rin memulai pagi mereka dengan berfoto dengan bahagia. Se Young dan Ki Doong tiba-tiba membawa tasnya. So Joon ingin sarapan dulu lalu jalan-jalan. Se Young dan Ki Doong tetap mengajak balik ke Seoul.


Dalam perjalanan pulang, hanya So Joon saja yang senang. Semuanya cemberut termasuk Ma Rin juga.


Ibu menunggu di suatu dengan gelisah. Sebelumnya, ia pergi ke bank untuk menanyakan darimana uang yang Song Doo Sik kirimkan setiap bulan.

"Asalnya dari salah satu bank kami. Dikirim tiap bulan dari cabang Gawol-dong. Dekat dari Stasiun Namyeong."


Jadi ibu menunggu di depan Bank Cabang Gawol-dong karena ini adalah hari Doo Sik biasa mengirim uang padanya (fix 100% bahwa Doo Sik adalah ayahnya Ma Rin). Saat itu Doo Sik melihat ibu dan langsung bersembunyi. Ibu khawatir, jangan-jangan Doo Sik melihatnya lalu melarikan diri makanya tidak muncul-muncul.


Doo Sik mengawasi dari balik tembok. Young Jin menelfon tapi ia tolak.


Young Jin terus saja menelfon sampai akhirnya Doo Sik mengangkat, tapi pendirian Doo Sik masih tetap sama. Young Jin bingung, jika Doo Sik mundur, ia tidak akan bisa mendapatkan 9M won dari tempat lain dan saat ini semua investor sudah berada di pihaknya.

"Penalti atas pelanggaran kontrak... Saya tidak bisa membayar penalti pelanggarannya. Mari bertemu dan bicara. Anda meninggalkan beban hutang besar pada saya, Guru."

"Terserah kau saja." Jawab Doo Sik.


Doo Sik merasa Young Jin akan segera meninggalkan Meyrits. Padahal ia sudah memberi Young Jin kesempatan hidup baik, tapi Young Jin tidak mengambilnya.

"Aku tidak peduli lagi. Aku hanya perlu menjauhkan dia dari So Joon."


Young Jin menggila di kantor, teriak-terian dan membuang barang-barang. Hal itu menyita perhatian banyak karyawan. Sek. Hwang mengatakan kalau Young Jin sedang bertengkar dengan istrinya, jadi tidak ada yang perlu dilihat.


Ki Doong keluar dari kamarnya dan So Joon sudah ada di ruang tamu membuatnya terkejut. So Joon kesal karena Ki Doong tidak masuk kerja. Ki Doong membentak, ia cuti resmi kok!


So Joon menemukan sebuah folder aneh di laptop Ki Doong. Ki Doong curhat, semula ia pikir So Joon bicara omong kosong saat bilang tidak suka bekerja, tapi belakangan ini sepertinya ia merasakan hal yang sama.

"Dasar kunyuk." Ujar So Joon.

"Ini rekaman dari dunia lain?"

"Ya."

"Ada rekaman Se Young di sini?"

"Apa?"

"Apa? Bukan apa-apa."

Ki Doong menasehati sebaiknya So Joon berhenti memikirkan soal dunia lain dan memikirkan dunia ini saja. Soalnya ada banyak rumor buruk soal Young Jin.


So Joon menemukan sesuatu yanga aneh. Doo Sik masuk ke rumah Ki Doong diam-diam. Ki Doong yang tidak mengenal Doo Sik bertanya-tanya, siapa Doo Sik dan kenapa masuk ke rumahnya.


-- 27 OKTOBER 2016, MASA DEPAN --

Doo Sik masuk ke rumah Ki Doong. Tujuannya adalah untuk menggeledah barang-barang So Joon. Ia tidak menemukan apa-apa sampai melihat tangga menuju ke lubang plafon.


So Joon bergegas ke masa depan, ia penasaran kenapa Doo Sik mencuri jurnalnya. Makanya ia tidak mencegah Doo Sik dan hanya menunggu di luar.


Doo Sik membaca jurnal So Joon di dalam taksi dan ia menyobek beberapa halaman. Ia memastikan kalau So Joon tidak boleh tahu kalau Young Jin pelakunya.


Doo Sik menyuruh supir taksi untuk melaju lebih cepat. Sementara itu So Joon mengikutinya dengan taksi lain, ia bersedia membayar berapapun asal supir taksi tidak kehilangan mobil di depan.


So Joon turun di lokasi konstruksi. Terdengar tangisan Ma Rin. So Joon lebih mendekat danmelihat Ma Rin berlari sambil menangis minta tolong. Ma Rin penuh darah.

"Tolong aku. Apa yang harus kulakukan? Tolong! Siapa pun, tolong! Siapa pun, tolong aku!" Teriak Ma Rin penuh ketakutan.


So Joon akan menghampiri Ma Rin tapi Doo Sik menahannya dan menjauhkannya dari sana. Doo Sik melarang So Joon mendekati Ma Rin karena So Joon datang dari masa lalu. So Joon meronta minta dilepaskan.

"Aku sudah menelepon ambulans. Mereka akan segera tiba. Hei, ini masa depanmu. Jika kau ke sana, bagaimana Ma Rin... Apa yang akan isterimu pikirkan? Tidak boleh." Tegas Doo Sik.

So Joon mencengkeram baju Doo Sik, Apa yang sudah Doo Sik lakukan pada Ma Rin. Doo Sik tidak menjawab, ia mengajak So Joon untuk segera pergi dari sana.


Ma Rin sudah menyiapkan makanan tapi So Joon tak kunjung pulan, tak ada pesan juga. Ma Rin lalu menunggu sambil nonton TV hingga akhirnya ia ketiduran.


Ma Rin dan So Joon berjalan di sebuah rel kereta sambil bergandengan tangan. Ma Rin heran karena So Joon tidak mengatakan apapun dan hanya tersenyum.

"Aku merasa melakukan hal benar dengan menikahimu. Hidup sangat menyenangkan. Tapi, ini dimana? Kemana kita pergi?" Lanjut Ma Rin.

So Joon tiba-tiba berhenti, otomatis Ma Rin juga ikut berhenti, ia tanya ada apa? mereka mau kemana?

Soo Joon tiba-tiba berubah menjadi asap, mulai dari tangannya hingga seluruh tubuhnya lenyap.

"So Joon-ah." Panggil Ma Rin.






Huft! cuma mimpi cinghu. Ma Rin Rin terbangun karena bunyi ponselnya, dari So Joon. So Joon memberitahukan kalau ia tidak bisa pulang karena ke luar kota untuk bekerja dan  harus menyelesaikan pekerjaan sampai besok di sana.

"Oh. Sudah makan?"

"Tentu sudah. Pastikan mengunci pintu sebelum tidur."

"Tapi... tidak terjadi sesuatu yang buruk, 'kan?"

So Joon awalnya sedih tapi langsung memasang senyum diwajahnya, hal buruk apa memangnya. Ma Rin mengaku habis mimpi buruk, tapi kemudian ia sendiri yang tidak ingin membahasnya. Ma Rin berpesan agar So Joon berhati-hati, hati-hati pada kendaraan dan orang-orang, hati-hatilah sebisanya, oke?

"Ya, oke. Ma Rin, selamat malam."


So Joon mengingat apa yang dikatakan Doo Sik tadi saat ia ke masa depan. Doo Sik mengatakan kalau Tuan Shin meninggal akibat kecelakaan. Ma Rin hanya tidak sengaja menemukannya terluka.

"So Joon,  jangan terlalu kuatir. Aku akan coba menemukan..."

"Kenapa kau di sini, Ahjussi?"

"Aku... Kau mencurigaiku? Aku kemari untuk mencoba menghentikan insiden itu. Mencoba membantu."


So Joon heran, kenapa juga Doo Sik membantu orang-orang di sekitarnya. Doo Sik gagap menjawabnya, "Aku... Aku..."

"Kenapa kau melakukan ini padaku?" Paksa So Joon.

"So Joon, bukan aku yang melakukannya."

"Tidak, jangan katakan apa pun. Aku tidak percaya padamu. Kecelakaan? Kau mau aku percaya itu?"

"So... So Joon. Hei! So Joon."

"Aku tidak memercayaimu. Aku bisa mencaritahu sendiri." Gumam So Joon sambil jalan menjauhi Doo Sik.


So Joon pergi ke warnet untuk mencari berita mengenai Kematian Tuan Shin dan memang benar dikatakan bahwa itu adalah kecelakaan.

"Benar hanya kecelakaan?" So Joon masih ragu.


So Joon besoknya menemui Se Young di lokasi konstruksi, ia menanyakan kapan Se Young berangkat. Ternyata Se Young berangkat tanggal 27 Oktober tepat di hari Tuan Shin meninggal.

"Kenapa harus hari itu?" Garutu So Joon.

"Sudah kubilang akan segera berangkat. Kenapa?"

"Se Young. Aku akan membelikan tiket penerbangan untuk orang tuamu, termasuk menyewakan tempat tinggal untuk mereka. Ajaklah mereka pergi bersamamu."

"Kau pikir aku mau pergi liburan, huh? Aku harus beres-beres, lalu siap-siap bekerja. Aku akan sibuk.

"Ajak saja mereka bersamamu! Mereka pasti sangat cemas. Mereka sebaiknya melihat sendiri dulu kehidupanmu di sana. Setelah mengetahuinya, mereka pasti akan merasa lebih baik."

"Aku kan tidak akan mati. Kenapa harus sejauh itu?"

"Aku sudah memesan tiketnya. Pastikan mengajak mereka. Oke?"


Presdir Choi menunggu Young Jin di depan sebuah restoran. Ia langsung mengajak Young Jin masuk ke sana bahkan ia yang traktir. Sek. Hwang ditinggal lagi sama Young Jin.

"Aku kan suka makanan enak. Memang kenapa sih kalau aku ikut masuk?" Keluh Sek. Hwang.


Young Jin memastikan kalau Presdir Choi pasti akan menyesal kalau tidak ambil bagian di proyek Kota Jangho. Sebenarnya Presdir Choi lah yang ppertama terpikir olehnya, makanya ia bergegas ke sana.

"Ayolah. Aku ingin minta sesuatu dulu padamu. Bagaimana bisa kau minta duluan padaku? Jadi susah buatku mengatakannya."

Young Jin pun menyuruh Presdir Choi untuk mengatakannya. Sebenarnya ada tempat yang begitu ingin Presdir Choi beli yaitu gedung restoran itu. Ia ingin Young Jin menjualnya padanya.

"Anda juga tahu, tempat ini disewakan oleh perusahaan kami."

"Berapa sih mereka dapat dari menyewakannya?"

"Aku bisa memberimu banyak komisi."

"Sampaikan pada Presdir Yoo soal ini."

"Kita sudah saling kenal selama 15 tahun, 'kan?"

"Ya, kita kerja sama tahun 2002."

"Benar. Saya memberitahu karena Anda, padahal sebenarnya tidak boleh."

"Ada apa?"

"Kami berencana merobohkan gedung kecil kami. Anda tidak boleh menyebarkan rumor soal ini."

"Sungguh?"


Saat keluar mereka berpapasan dengan Tuan Shin. Presidr Choi menyapa Tuan Shin akrab lalu mengenalkannya pada Young Jin. Haduh.. mulai deg deg an nih, mana Young Jin memandang Tuan Shin denngan tatapan tidak biasa lagi.


So Joon meminta Ma Rin mengundurkan diri dari Happiness, soalnya Ma Rin kan tidak mungkin selalamanya memotret disana. So Joon akan mencarikan pekerjaan yang lebih baik untuk Ma Rin atau Ma Rin bisa melanjutkan sekolah. 

"Apa ini karena aku memijat bahu paman itu? Aku memang memintamu menempel padaku, tapi apa ini tidak berlebihan?"

"Sejujurnya, kau tidak perlu bekerja di sana karena aku. Kau tidak perlu terikat di sana akibat sejarahku dengan Happiness."

"Kau sungguh ingin aku mengundurkan diri?"

"Ya, aku akan senang kalau kau melakukannya."

"Kenapa? Aku senang memotret di sana. Aku juga banyak belajar. Aku tidak menginginkan pekerjaan lain."

"Aku merasa tidak nyaman, terlebih kau di sana."

"Apa karena orang tuamu?"

"Ya."


Ma Rin sebenarnya tidak ingin berhenti dari Happiness. Tapi ia memikirkan So Joon juga yang bahkan datang ke sana untuknya mesku merasa tidak nyaman, apa So Joon sedang coba menghiburnya, ya?


Ma Rin bicara soal itu pada So Joon dengan hati-hati. Ia minta maaf, tapi ia sungguh harus menyelesaikan proyek yang sudah ia mulai. Ia bekerja di sana atas portofolionya. Di atas semua itu, untuk pertama kalinya ia merasa bangga pada diri sendiri.

So Joon masih terus membujuk, ia bisa mencarikan tempat lain yang membuat Ma Rin lebih bangga. Ma Rin mengingatkan kalau hal itu tidak mudah mengingat kemampuannya, ia kan tidak berpengalaman apa-apa.

Ma Rin ingin So Joon mengakhiri bebannya atas masa lalu. Sebab itu ia bicara terlalu banyak tanpa berpikir dulu, bahkan meminta So Joon datang ke sana. Ia tidak mengira hal itu justru lebih membebani So Joon. "Astaga, aku sangat keras kepala dan tidak bijaksana, 'kan?"

"Tidak, bukan begitu."


Ma Rin berjanji akan lebih berhati-hati mulai sekarang. Jadi ijinkanlah ia untuk menyelesaikan proyeknya. So Joon juga tidak mau menyerah, cobalah pikirkan sekali lagi.


So Joon menyendiri di beranda lantai dua. Ia mengingat bagaimana ketakutannya Ma Rin di masa depan.

"So Joon! So Joon, apa yang harus kulakukan? So Joon. Ada orang di sana?" Teriak Ma Rin.


So Joon kembali ke kamar dan Ma Rin sudah memejamkan mata tapi masih menyahut saat ia panggil. Soo Joon ingin bertanya, Jika Ma Rin bisa melihat masa depan, apa Ma Rin akan senang mengetahuinya?

"Ya. Apa lagi tujuan seseorang sampai meramal kartu tarot dan zodiak?"

"Lebih baik tidak mengetahuinya."

"Aku sangat penasaran dan gelisah untuk mengetahuinya. Kenapa tiba-tiba kau menanyakannya?"

"Tidak apa. Lupakan saja."


So Joon mengajak Ma Rin ke suatu tempat tapi So Joon tidak mau mengatakan dimana tempat itu.


So Joon mengajak Ma Rin ke galeri fotografer sombong di episode 1. Sikapnya pada Ma Rin berubah 180 derajat sekarang.

"Aku tahu terlambat, tapi selamat atas pernikahannya. Siapa yang menduga Presdir Yoo orangnya?" Ujar Fotografer.

Soo Joon berterimakasih dengan senyum lebar tapi Ma Rin sekedarnya. So Joon tahu kalau Ma Rin ingin belajar dari Fotografer dan ia sudah menunjukkan portofolio Ma Rin.

"Astaga. Kau beruntung. Dimana lagi bisa mendapatkan suami seperti ini? Kau pasti merasa bahagia. Kau belajar darimana? Hasil jepretanmu jauh lebih baik."


So Joon kembali berterimakasih. Tapi Ma Rin tidak, ia mengatakan pada So Joon kalau fotografer itu benci seseorang yang datang melalui koneksi. Ma Rin rasa ini tidak tepat, ia lalu keluar tanpa permisi.


Ma Rin tidak mengerti apa yang sedang coba So Joon lakukan padanya, dan darimana So Joon bisa tahu ia ingin bekerja di sana? Fotografer tadi yang bilang? Wah.. Ma Rin memuji koneksi So Joon luar biasa, hanya satu kata dari So Joon, ia langsung diterima. Hidupnya sangat luar biasa, 'kan?


"Pikirkan secara rasional. Pikirkan yang lebih baik untukmu."

"Bagaimana bisa kau meremehkan aku begini? Memang aku minta padamu mencarikan aku pekerjaan? Kau mungkin tidak suka aku bekerja di Happiness, tapi ini juga tidak benar."

"Aku melakukan ini untukmu."

"Untukku? Kau bahkan tidak memahami perasaanku, mana bisa untukku? Kau tahu yang kurasakan belakangan ini? Hubungan kita berjalan lancar, pekerjaanku juga menyenangkan. Tapi aku terus berpikir, bagaimana jika semuanya hancur dalam satu waktu? Aku sangat bahagia meskipun juga resah. Jadi, jangan lakukan apa pun."

Ma Rin akan berjalan pergi tapi So Joon menahannya, Itulah yang ia inginkan. Ia ingin Ma Rin hidup bahagia seterusnya. Itu sebabnya... ia ingin Ma Rin meninggalkan Happiness. Ma Rin tidak mengerti apa maksudnya.

"Sesuatu yang buruk akan terjadi di sana."

"Apa maksudnya?"


So Joon menarik Ma Rin ke suatu temapat, ia akan menunjukkan apa maksudnya, ia sudah lelah dan tidak sanggup menyembunyikannya lagi. So Joon berhenti di tengah halaman sebuah gedung.


So Joon mengatakan beruta yang akan muncul di billboard elektronik. Dan beberapa detik setelah So Joon bicara berita itu benar-benar ditayangkan.


Lalu sebuah bus akan terhenti seketika karena pria yang barusan naik akan menyadari dia salah menaiki bus. Dan itu pun terjadi membuat Ma Rin semakin heran.


Lalu seorang pria akan akan berlutut di depan kekasihnya karena ikatan sepatu kekasihnya lepas.


Ma Rin bingung, bagaimana So Joon bisa tahu. So Joon mengakui kalau ia sudah lihat sebelumnya. Ma Rin merinding mendengar jawaban So Joon, ia lalu mengajak So Joon pulang dan bicarakan semuanya di rumah saja.


So Joon menarik Ma Rin, "Aku... bisa menjelajah waktu. Kubilang, aku bisa menjelajah waktu."

>


EmoticonEmoticon

 

Start typing and press Enter to search