-->

Sinopsis Tomorrow With Episode 13 Part 2

- Maret 19, 2017
>
Sumber gambar dan Konten dari tvN

Sinopsis Tomorrow With Episode 13 Part 2


Ma Rin dan Ki Doong berakhir mabuk berat sambil tetap membicarakan So Joon, lebih tepatnya sih saling curhat. 

"Suatu kali, dia bilang akan mengubah takdir. Lain waktu, dia bilang tidak bisa." Ucap Ki Doong.

"Semestinya lakukan kalau memang mau, kalau tidak ya jangan membahasnya! Dia bilang keadaannya tidak baik, tapi tidak mau menjelaskan. Kenapa?"

"Seperti itu juga yang kurasakan. Begitulah perasaanku. Kau sama sepertiku."

Mereka bahkan tos karena satu pemikiran.


Ma Rin bahkan tidak bisa melihat dirinya di masa depan yang ditemui oleh So Joon, itu membuatku merasa takut. Ki Doong tahu, tidak ada kata-kata yang bisa menggambarkannya, seperti melirik ke bawah saat berdiri. Ki Doong jadi menatap rendah dirinya sendiri.

"Ada hal lain yang membuatku sangat marah. Saat dia pergi ke sana, ponselnya tidak berfungsi sama sekali. Menjengkelkan sekali rasanya."

"Itu yang paling kubenci. Aku membencinya. Saat kami sedang menonton Piala Dunia, aku fokus menyaksikan. Tapi dia malah, "sebentar lagi gol", "mereka akan menguasainya"! Kau tahu rasanya seperti itu, 'kan?"

"Tidak. Aku belum mengalaminya untuk saat ini. Sejak kami menikah, Piala Dunia belum digelar."

"Oh, kau benar. Lalu, bagaimana dengan acara audisi bakat? Bahkan sebelum pemenangnya diumumkan, Sku sudah tahu Seo In Guk dan Huh Gak akan menang."

"Aku juga belum mengalaminya."

"Lalu, perangkat elektronik masa depan? Apa bagusnya sih dia bisa beli ini dan itu? Aku takut kehilangan benda-benda itu, juga tidak bisa membawanya kemana-mana. Tahu rasanya, 'kan?"

"Aku belum pernah menerima apa pun. Kelihatannya menyenangkan jadi kau."

"Apa?"

"Lihat. Gol benar terjadi. Seo In Guk menjadi juara pertama. Menurutku, terdengar menyenangkan. Kenapa dia tidak mengatakan apa pun padaku? Kenapa dia tidak membelikan aku apa-apa? Dia selalu saja mengocehkan hal-hal buruk padaku."



Ma Rin merebahkan tubuhnya lesu. Ki Doong melarangnya tidur karena minuman mereka masih banyak. Ma Rin belum boleh mabuk. Ma Rin menegaskan kalau dia belum mabuk dan ia membuktikannya dengan berdiri satu kaki.


So Joon bekerja sudah bekerja keras dan ia bersiap pulang tapi saat membuka tasnya hendak memasukkan payung, ia melihat buku jurnalnya. So Joon dengan berat hati merobeknya lalu menghancurkannya.


So Joon akan menghapus folder CCTV tapi untuk yang terakhir kali, ia mau memeriksa apa yang sedang Kang Ki Doong lakukan. So Joon syok melihat Ma Rin ada disana dan sedang minum-minum bersama Ki Doong.

"Apaan ini? Sebentar... Berapa banyak kaleng birnya? Mereka ini beneran!"


Melihat So Joon datang, Ma Rin langsung berlari memeluknya. Ki Doong ikut-ikutan ingin dipeluk tapi So Joon mendorongnya menjauh. So Joon sedikit menegur Ma Rin, seharusnya kalau mau minum-minum bilang padanya.

"Aku cuma minum sedikit, kok. Aku mengobrol bersama namjachingu-ku dan kami semakin terikat."


Ma Rin dan Ki Doong kembali melakukan tos tapi kali So Joon langsung memisahkan mereka, ia melarang Ma Rin untuk menyebut 'namjachingu' lagi. Dan ia memarahi Ki Doong yang memberi Ma Rin minuman karena Ma Rin tidak kuat minum.

"Tidak, tidak. Ma Rin-ssi seperti monster." Bantah Ki Doong.

"Kau mau mati? Dia meminumnya karena sungkan padamu, tahu!"

"Bukan begitu." Ma Rin membantah So Joon.

"Bukan, ya? Bagaimanapun, kau gila ya minum dengan isteri temanmu? Kau tidak malu pada diri sendiri?"

"Kau bisa kok minum dengan Se Young."

"Memang Se Young pacarmu?"


Ma Rin merengek, melarang mereka berkelahi dan ia tiba-tiba berbaring. So Joon segera membangunkannya dan menggendongnya. Ia lalu meminta Ki Doong mengambilkan tas dan mantel Ma Rin.

"Hati-hati di jalan, ya."

"Kang Ki Doong, kita bicara besok!"

"Apa? Kau mau mengamuk padaku? Aku tidak mau pergi kerja besok! Aku tidak akan menemuimu! Kau pelit, jorok..."

"Kunyuk!"

"Kau si br*ngs*k pelit! Aku mau kencan dan menikah juga! Kau sebaiknya memberiku setumpuk uang hadiah pernikahan saat itu, kunyuk!"


So Joon membaringkan Ma Rin di ranjang. Ma Rin meminta So Joon menemaninya. So Joon menyentuh tangan Ma Rin sayang lalu membelai wajahnya.


Young Jin menemui Presdir Choi di lokasi pemancingan saat malam. Mereka bertukar kontrak. Setelah Presdir Choi membubuhkan setempelnya pada kontrak baru, kontrak lama pun dirobek oleh Young Jin.

"Kau bahkan mengubah detail kontraknya untukku. Aku tidak akan pernah melupakan jasamu."

Young Jin membawakan sebotol anggur yang sangat bagus, ia mengajak Presdir Choi minum bersama.


Tapi kenyataannya hanya Presdir Choi yang minum semuanya sampai mabuk. Young Jin berkata kalau ia akan mengantar Presdir Choi pulang. Presdir Choi menyarankan untuk memanggil supir pengganti saja.


"Tentu saya harus mengantar Anda pulang. Tugas saya adalah menunduk dan berlutut pada uang. Sejujurnya, itu yang saya lakukan."

"Apa?"

"Saya seharusnya berhenti sekarang. Saya tidak bisa melakukannya lagi."

"Presdir."

"Um?"

"Akan memakan cukup waktu untuk mengungkap soal rekening palsu, juga perjanjian kita. Saya hanya perlu mengambil kontrak Anda. Tidak akan masalah. Anda tahu saya menyukai Anda, 'kan?"

"Aku tahu."

"Maafkan saya. Sungguh maafkan saya. Tapi, Anda harus lenyap, Presdir. Dengan begitu, hubungan kita ini akan aman sementara waktu. Saya harus membereskan semua ini diam-diam dan pergi sekarang."


Presdir Choi tidak mengerti maksud ucapan Young Jin itu. Young Jin mengaku sudah membunuh seseorang, jadi tidak bisa berhenti lagi sekarang. Ia tidak punya pilihan.

Presdir Choi sudah merasa ada yang aneh, ia mau pulang karena sudah terlalu mabuk tapi Young Jin malah mendorongnya. Presdir Choi sempat melawan tapi karena ia tidak sadar betul jadi ia kalah dan Young Jin berhasil menceburkannya ke kolam/danau di depan mereka. 

Tapi entah kenapa Young Jin berteriak histeris AAAaaaaaa.. AAaaaaaaa.. AAAaaaaaa.

So Joon memasak ramyeon untuk Ma Rin, ia harus  menyuapi Ma Rin lalu berangkat kerja. Makanya ia membangunkan Ma Rin sambil menunggu ramyeon-nya matang.


Ma Rin bangun dan membuka mulutnya lebar. So Joon mengeluhkan bau alkohol yang menyengat, Ngapain, sih?

"Kau bilang akan menyuapiku."

"Kenapa juga harus begitu? Memang kau anak-anak?"

"Maafkan Saya. Saya akan coba berhenti minum."

"Kau manis sekali. Aku tidak bisa membencimu."

So Joon lalu mengecup Ma Rin agar segera keluar untuk makan.

"Ini yang membuatku hidup." Kata Ma Rin sambil tersenyum lebar.


Ma Rin memuji masakan So Joon, mengakui So Joon adalah suami terbaik. So Joon menegaskan kalau ia tidak suka Ma Rin minum-minum meskipun itu dengan Ki Doong. Jadi sebaiknya Ma Rin benar-benar berhenti minum.

"Sekarang ini kau cemburu, ya?"

"Aku menentukan batas."

"Tidak ada alkohol lagi dalam hidupmu. Kemarin itu yang terakhir."

"Oke. Bukan masalah besar. Kau berhenti naik subway, aku berhenti minum."


So Joon memastikan apa Ma Rin sungguh senang ia berhenti naik subway. Ma Rin menjawab tegas, ia yakin sekali.

Kilas Balik...



Semalam Ma Rin menangis, ia ingin beberapa barang juga, barang baru dari masa depan. Ia menginginkannya seperti Ki Doong. Benda-benda masa depan, ia iri sekali padanya.

Kilas Balik Selesai...


Ma Rin membantahnya, ia mabuk dan bicara mengingau, tidak sungguhan, kok. So Joon meminta Ma Rin mengatakan saja kalau menginginkannya, ia bisa pergi selagi bisa.

"Sungguh tidak, kok."

"Setelah kupikirkan, aku memang tidak pernah membelikan apa pun untukmu."

"Tidak, kok. Sungguh tidak! Benda-benda masa depan? Satu itu saja (Guk Guk) sudah bikin aku pusing. Aku sungguh, sungguh, sungguh, sungguh, sungguh tidak menginginkannya. Jangan beli apa pun!"

"Tapi, semalam kau sampai menangis."


So Joon rapat dengan yang lain karena Direktur Wang punya perubahan dari rencananya sebelumnya. Mereka tidak akan membangun bisnis komplek terminal. Ia rasa, lebih baik membeli tanah di sekitar komplek terminalnya. Direktur yang satu lagi tidak setuju,menurutnya rencana itu terlalu berlebihan. Lebih baik mereka berinvestasi di gedung komersil distrik Sungwoo saja.

So Joon bertanya, berapa banyak dana yang mereka butuhkan? lalu berapa keuntungannya?

Kasihan Sekretaris Hwang duduk di pojokan sendirian. hihihi...


Direktur Wang kurang yakin menjawabnya, dananya sekitar 20 milyar won dan hasilnya kira-kira 50 milyar won. Direktur satu lagi menjawab, Sungwoo membutuhkan dana 20 milyar won dan bisa kembali sampai 60 milyar won.

"Proyek Direktur Wang adalah kepemilikan tanah di kota itu. Berbeda dimensi dengan target properti komersial. Kurasa, perusahaan kita punya kemampuan dalam bidang tersebut." Bela Ki Doong.


Direktur Wang memberi Ki DOong tepuk tangan, itulah yang ia maksudkan. Direktur Wang semakin mendekat ke So Joon, mereka sudah membicarakan ini sejak lama, sudah rapat berkali-kali, tapi hasilnya tidak jelas. Jadi tolong buat keputusan hari ini. Ia akan memercayai firasat So Joon dalam hal ini.

"Mana bisa bekerja mengandalkan firasat? Ini bukan mainan anak-anak. Ini proyek dengan banyak dana. Kita harus bekerja sangat keras. Aku mengerti ada kelebihan proyek itu berkat kepemilikan tanah. Tapi hasilnya 10 milyar lebih rendah dari proyek Sungwoo. Kau harus memangkas dana pembayaran atau konstruksinya! Jika kau bisa memangkas biayanya, akan kutandatangani. Sudah, ya."


Ki Doong mengakui kemajuan So Joon pasti sudah belajar dengan keras. Ia merebut berkas yang dibawa So Joon, ingin lihat seberapa keras So Joon belajar. Tapi ia malah menemukan gambar anak babi.

"Sudah kebiasaan. Aku merasa tidak nyaman kalau tidak menggambar. Jangan sebut anak babi! Itu Kkot Soon, tahu!"


Ma Rin menelfon, So Joon menunjukkan pada Ki Doong kalau itu adalah Koot Soon. Ma Rin menelfon untuk menanyakan hasil rapat, So Joon bilang rapat penting. Ia menelepon karena takut So Joon mengacaukannya gara-gara dirinya.

"Aku mengacaukannya."

"Kau tidak bisa bekerja karena aku lalu mengacaukannya? Bagaimana ini? Maafkan aku."

"Situasinya lebih serius dari perkiraanku. 10 milyar jadi taruhannya. Kurasa, aku harus pergi ke dunia lain dan memeriksa beberapa tanah. Aku akan pergi lalu kembali dalam waktu seminggu. Setelah itu, bahkan meski kau suruh, aku tidak akan pergi."

"Aku tidak bisa bilang apa-apa lagi. Bukankah semestinya kau memegang janjimu?"

"Kau sangat mabuk kemarin."

"Baiklah. Hati-hati perginya."

"Mau kubelikan sesuatu dari sana? Hanya seminggu. Kesempatan langka, lho."

"Cukup jangan temui wanita itu! Pergi bekerja saja! Jangan mencari tahu hal-hal aneh. Jangan telat. Aku serius! Kau boleh pergi."

Ma Rin menyesal, alkohol memang musuhnya!


So Joon senyam-senyum setelah menutup telfon. Terbuktilah omongan Ki Doong kemarin, ia bahkan mempertaruhkan tangannya soal itu. Tapi ia setuju dengan So Joon yang membuat keputusan tepat.

"Karena sudah cukup lama, cari info..." Suruh Ki Doong.

"Kau pikir aku ke dunia lain untuk bekerja?"

"Tadi katamu begitu. Suruh siapa kau membuat bayiku menangis dan menginginkan semua benda-benda itu?"

" 'Bayi' yang kau maksud itu... Ma Rin-ssi?"

"Ya."

"Bukankah Ma Rin-ssi setahun lebih tua dari kita?"

"Buatku, dia itu bayiku. Dasar kunyuk! Kau membuatnya menangis! Padahal aku berniat tetap di dunia ini! Kau bikin masalah saja buat aku!"

So Joon marah begiti pada Ki Doong tapi saat Ki Doong tidak melihat, ia tersenyum gembira.


Ma Rin kesal pada dirinya sendiri karena dirinya membiarkan suaminya dalam bahaya. Auh! Bodoh sekali! Kenapa pakai minum segala, sih?


So Joon memborong Produk Hit 2018 untuk istri tercinta. mulai dari makanan, baju, tas pokoknya semua sampai membuat Ma Rin tersenyum tiada henti.


So Joon juga membelikan kamera DSLR 2018. Dan tentunya ia yangmenjadi model pertama kamera itu. So Joon juga membawakan koran pemilihan presiden. Ryu Sun Gwang, Presiden Terpilih Ke-19.


Ma Rin setia menunggu So Joon kembali dari masa depan di stasiun. Dan mereka pulang bersama dengan bahagia.

Ma Rin: Rasanya seperti mimpi. Tapi, kenapa kau hanya bisa menjelajah sampai dua tahun ke depan?

So Joon: Entahlah. Sepertinya tidak bisa kalau terlalu jauh.


Manager Chae memberi dua tiket film untuk Se Young, katanya itu hadiah dari sponsor untuk para karyawan. Se Young membaca judul filmnya, Cinta Kedua. Ia mendesah.

Lalu ia mengambil ponsel, akan menelfon Ki Doong tapi Ki Doong menelfonnya duluan membuatnya terkejut. Tapi saat mengangkatnya ia bicara sebiasa mungkin.

"Oh, ada apa?"

"Pulang kerja kau ada rencana? Ayo nonton film."

"Tidak!"

"Kenapa tidak berpikir dulu sebelum menjawab?"

"Sudah kupikirkan, kok. Aku tidak mau nonton. Sudah, ya!"

Tapi Se Young menyesali jawabannya itu.


Manager Chae mengajak Se Young nonton bersama mereka kalau tidak sibuk. Se Young menanyakan sesuatu pada Manager Chae. Ini soal dirinya taoi bilangnya ke Manager Chae soal temannya, Bagaimana pemikiran seorang pria pada gadis yang memiliki cinta sepihak pada sahabatnya? Apa mungkin dia bisa menyukai gadis itu?

"Tergantung individunya, sih." Jawab Managr Chae.

"Menurutmu sajalah!"

"Apa cinta sepihak itu berlangsung lama?"

"Ya."

"Perasaan gadis itu sangat dalam?"

"Ya."

"Mereka pernah kencan?"

"Tidak pernah, tidak. Bagaimana menurut pendapatmu?"

"Kalau aku sih rasanya agak aneh. Meski mengencani gadis itu, sedari awal aku pasti yakin akan berpisah."

"Oh. Hal itu akan terus membuat terganggu."

"Kalau aku sih, iya."

Se Young lalu mengembalikan tiket itu, menyuruh Managr Chae memberikannya saja pada yang lain.


So Joon mengopi sesuatu darilaptop ke flashdisk, ia lalu memasukkan Flansdisk itu ke dalam kotak. Ia kemudian menyimpan kotak itu dan keluar sambil membawa amplop.


Ma Rin sedang memakai make up dari masa depan saat So Joon masuk kamar. So Joon tersenyum lalu memberikan amplop yang dibawanya tadi pada Ma Rin. Ma Rin membukanya, itu adalah tiket gala show Kim Yuna pada Christmas Eve tahun depan.

So Joon mengaku sulit sekali mendapatkan itu, jadi ia meminta Ma Rin mengajak Ibu nanti. Ma Rin heran, memangnya So Joon mau ngapain.

"Ya, bisa saja aku sibuk."

"Kenapa sibuk saat Christmast Eve?"

"Ai... mungkin. Mungkin. Kubilang mungkin."

"Apa maksudmu 'mungkin' itu?"

So Joon mengalihkan pembicaraan, ia lapar, apa ada makanan di rumah. Ma Rin menawari untuk memanaskan pangsit tapi ia ragu, ada gak ya pangsitnya. So Joon merasa itu ide bagus, ada pangsit yang akan sangat populer musim dingin nanti. Ia lupa membelikannya untuk Ma Rin. Mau ia pergi sekarang?

"Pergi sekarang apanya? Pangsit dimana-mana ya sama saja."

"Beneran daebak tahu! Besok akan jadi hari terakhir aku naik subway. Aku pergi hari ini saja."

"Enak sekali, ya?"

"Sekali coba, kau akan sangat terkejut. Aku akan segera kembali."

Ma Rin jadi gugup karena So Joon jadi sangat baik padaku. Tapi ia senang juga mendapatkan pangsit dan tiket Kim Yuna.


So Joon mengantri untuk mendapatkan pangsit, ia minta dua porsi terpisah pada penjual dengan gembira.


Ma Rin di masa depan menerima pangsit itu dan kota flashdisk yang ditinggalkan So Joon di depan gerbang. Ma Rin kelihatan sedih sekali.

So Joon sebenarnya melihat Ma Rin keluar dan ia baru pergi setelah Ma Rin kembali masuk.


Di dalam ternyata ada Ki Doong dan Se Young, Ki Doong mempraktekkan tarian Ki Yuna yang baru mereka tontonnya tadi.


Ma Rin tak lama kemudian masuk. Se Young mengajaknya makan sesuatu yang lezat, ia yang traktir deh. Karena Ma Rin telah mengajak mereka menonton pertunjukan Kim Yuna. 

"Kurasa, aku makan ini saja."

"Itu apa?" Tanya Ki Doong.

"Sepertinya, tadi So Joon mampir."

"Tidak bisakah kita menghampiri dan bertemu dia? So Joon di masa lalu tetaplah So Joon." Keluh Se Young.

Ma Rin bilang baik-baik saja jadi mereka berdua pergi kencan saja toh sekarang Christmas Eve.


Di masa kini, So Joon mengajak Ma Rin menonton pertandingan Alpha Craft dengan Yo Hwan sambil makan pangsit. Sebenarnya Ma Rin tidak mengerti sih, tapi ia tetap gembira karena So Joon gembira.

"Kau bisa menonton sejarah bahkan sebelum peristiwanya terjadi. Daebak, 'kan?"

"Daebak."

"Hei. Kau tidak boleh mengatakannya pada siapa pun. Kau bisa dapat masalah."

"Oke, tidak akan. Pangsit ini sangat lezat."


Di masa depan, Ma Rin juga makan mandu yang sama sambil memutar rekaman di flashdisk itu,

"Halo, Song Ma Rin di masa depan. Jadi, bagaimana kabarmu?"
Ma Rin menangis karena itu adalah rekaman So Joon.


Ma Rin lalu melanjutkan menontonnya di ruang tamu,

"Jika kau menonton ini sekarang, berarti aku tidak berada di sisimu. Kupikir begitu. Aku akan mencoba. Aku tahu mungkin tidak bisa mengubah masa depan kita. Ini agak lebay. Tapi, aku ingin meninggalkan pesan padamu seperti ini. Aku memikirkannya secara mendalam."


Di masa Kini, saat So Joon merekam pesan itu.

"Aku ingin ada di sana untukmu, yang saat ini di sisiku. Jadi, aku ingin mencoba yang terbaik hari demi hari sekarang. Aku akan melakukan segalanya yang kubisa untuk dia. Tapi kau... cukup... tunggu sampai bisa melupakanku. Sampai saat itu tiba... cukup lupakanlah aku. Dengan menikahi aku... kau menjadikanku sempurna. Terima kasih."

"Aku mencintaimu. Aku mencintaimu lagi. Aku mencintaimu"

Ma Rin menangis sesenggukan setelah pesan So Joon itu berakhir.


Ma Rin berterimakasih karena So Joon lah orang pertama yang memperlakukannya dengan sangat baik. Tapi, So Joon tidak perlu sebaik itu padaku karena rasanya So Joon seperti orang yang akan pergi. Jadi So Joon tidak perlu berusaha keras untuk menyenangkannya.

"Oke." So Joon mengerti.

"Tapi... bisa tidak kau memberiku nomor lotere yang jitu?"

"Aih... kubilang tidak bisa."

"Akademi piano So Ri tidak menghasilkan uang."

"Tidak bisa. Aturanku adalah tidak terlibat dalam kehidupan orang lain. Kecuali kau."


Ma Rin mengerti, ia pun mengajak So Joon menonton berita saja. Ma Rin berbaring di bangkuan So Joon. Ia membahas belakangan ini acara beritanya menghibur. Tepatnya bukan menghibur sih, tapi terasa aneh karena ia sudah tahu banyak soal masa depan. Ini benar, lalu itu salah, akan ada keributan dan lainnya.

"Saat mereka melakukannya, terasa, bagaimana ya... sedikit menggelikan."

"Aku juga merasa begitu. Dunia jadi terasa mudah dan segala sesuatu tidak penting. Menggelikan sekali."


Siaran beralih pada terjadinya kecelakaan dini hari tadi. Ma Rin terkejut dan langsung bangun. Ia berpesan pada SO Joon agar menyetir dengan hati-hati,  kecelakaan itu mengerikan sekali.

Tanpa tahu kenapa So Joon meneteskan airmata, mungkin teringat kecelakaan yang terjadi padanya dan Ma Rin.

"Ada apa? Kau menangis?"

"Entahlah. Aku merasa tidak enak melihatnya. Mereka pasti juga memiliki orang-orang tercinta. Orang yang ditinggalkan juga pasti kesulitan."


"Tapi kenapa sampai menangis? Ah... dasar! Aigoo... hatimu lembut sekali. Jangan menangis. Sudah cukup. Hentikan."


Sekretaris Hwang sekarang bekerja pada Direktur Wang. Ia sangat senang, semua ini berkat bantuan Ki Doong yang membujuk So Joon. Ia pun berterimakasih pada Ki Doong dan berjanji akan bekerja dengan sepenuh hati.

"Kalian berdua cocok, bekerja samalah! Aku berekspektasi tinggi." Kata Ki Doong lalu meninggalkan mereka.


"Kau tahu aku tidak pernah akur dengan Kim Young Jin, 'kan?" Tanya Direktur Wang.

"Ya."

"Namun, aku membuka hati padamu karena Presdir yang menyuruh. Kau harus tahu itu!"

"Ya, Direktur."

"Aku juga mengakui loyalitasmu."

"Terima kasih, Direktur."

"Aku tidak seperti Young Jin, jadi jangan kuatir. Tapi, Young Jin benar-benar tamat."

"Kenapa? Apa terjadi sesuatu?"


"Bagaimana keadaan dia setelah semua ini? Kau sudah memperingatkan dia bahwa proyek Jangho tidak akan berhasil. Bagaimana bisa seseorang jatuh seperti itu?" Keluh Ki Doong pada So Joon.

So Joon bertanya mengenai perkembangan penyelidikan tim audit internal. Ki Doong menjawab tidak lagi menemukan apapun, entah memang tidak ada atau Young Jin terlalu pintar menyembunyikannya.

"Kau tahu bangunan yang jadi proyeknya? Periksa orang-orang yang menyewa gedung-gedung itu. Kenapa tidak memeriksa pengelola manajemen gedungnya? Mungkin, mereka mendengar soal penjualan gedung atau semacamnya." Pinta So Joon.

"Kau sungguh berpikir dia akan menjual salah satu gedung?"

"Aku harap sih tidak."


Ma Rin dan So Ri bergegas menuju rumah Gun Sook. So Ri yakin kalau Gun Soo hanya berlebihan saja, besok juga akan kembali menyebut 'Young Jin-ku'. Ma Rin juga lega kalau memang begitu.


Gun Sook menangis, ia benar-benar ingin bercerai dari Young Jin, ia tidak bisa lagi hidup bersama dia. Kemarin, dia teriak kencang di ruang kerjanya. Ia ketakutan, sampai mengunci kamarnya. Semakin buruk saja kelakuannya. Setiap malam dia keluyuran. Ia tahu dia suaminya, tapi dia beneran psiko, sakit mental! Psiko!

"Kau yakin dia tidak selingkuh?" Tanya So Ri.

"Aku belum tahu. Aku yakin dia menyembunyikan sesuatu yang aneh."

"Aku juga sempat merasa semacam itu. Aku takut Deokbang itu mata-mata atau semacamnya. Kecurigaanku benar-benar gila. Kau masih pengantin baru, mungkin masih sensitif saja." Ma Rin mencoba menenangkan.

Tapi Gun Sook tidak merasa seperti itu, Young Jin benar-benar merendahkannya saat mereka bertatap muka. Apalagi soal benda dari Happiness itu, saat ia bilang membuang pena itu, Young Jin mengamuk. Ada sesuatu, ia yakin Young Jin menyembunyikan sesuatu darinya.

So Ri menyarankan untuk memeriksa black box di mobilnya. Dari pengalaman kakak-kakaknya, itu cara paling mudah. Gun SOok ternyata sudah memeriksanya, tapi Young Jin sudah menghapus semuanya.

"Bukankah aneh? Kenapa dia harus menghapusnya? Apa sebenarnya yang dia lakukan selama ini?" Kesal Gun Sook.

"Memang ada sesuatu. Sudah memeriksa navigasinya? Kau bisa tahu kemana saja dia." Usul So Ri.

Gun Sook setuju, kebetulan juga hari ini Young Jin tidak membawa mobilnya.


Mereka lalu keluar, Gun Sook masuk mobil sementara So Ri dan Ma Rin bagian mengawasi keadaan di sekitar. Gun Sook berhasil melihat rekam navigasinya tapi banyak sekali, ia butuh sesduatu untuk mencatatnya. Ma Rin punya ide untuk memotretnya saja dengan ponsel. Dan Ma Rin menemukan sesuatu,

"Hwakyung-dong. Sangjin-dong. Kelihatan seperti alamat konstruksi Happiness."

"Apa? Happiness... lagi?"

"Ya. Itu alamat konstruksi Happiness."

"Baik, ayo keluar dulu."


Ma Rin melihat mobil Young Jin lekat-lekat, ia teringat mobil yang berpapasan dengannya waktu itu saat ia ke konstruksi di hari kematian Tuan Shin. kecurigaannya mulai muncul tapi ia mengabaikannya. 


Young Jin menemui temannya. Ponselnya terus berbunyi sampai ia kesal dan melepas baterainya.

"Belum ada yang terkonfirmasi."

"Tetap saja tolong jelaskan pada saya. Gedung utamanya akan dibangun di tempat lain? Atas alasan apa? Kenapa mendadak?"

"Aku pun tidak tahu alasannya. Pastinya, untuk Jangho tidak ada pembicaraan lebih jauh untuk menjadi lokasi potensial. Faktanya, justru area samping Jangho. Beritanya sih di sekitar situ."

"Aku bisa gila! Jadi, Jangho tidak akan berhasil?"

"Aku tidak bisa mengatakan lebih jauh karena itu rahasia."

"Apa? Hei! Berapa banyak uang sudah kau ambil dariku? Tapi, apa kau bilang? Rahasia? B*ngs*t ini lucu sekali."

"Apa kau bilang?"

"Hei, diamlah! Diam saja, oke? Kau... kau ketawa? gila. Diam saja kau!"

Young Jin berdiri dengan kesal siap keluar tapi temannya itu mengatainya Psiko gila. Young Jin kesal sampai menabrak kursi, ia memelototi temannya itu tapi tetap pergi setelahnya.


Di jalan Young Jin mendapatkean telfon dari Investornya. Dia mendengar proyek Young Jin itu penipuan.

"Apa maksudnya penipuan? Kenapa berkata begitu? Anda juga tahu saya ikut berinvestasi di dalamnya. Mana mungkin saya ikut berinvestasi kalau itu penipuan? Kenapa Anda seperti ini, sih? Juga, barusan saya bertemu Direktur dari Grup LE. Dia meyakinkan Jangho akan berhasil."

"Anda mendengar rumor tidak berdasar. Jangan seperti itu. Anda tidak perlu gugup. Percaya pada saya. Ya, tentu saja."

Young Jin berusaha keras untuk meyakinkan investor itu agar tetap mempercayainya.


Young Jin kesal, ia jadi teringat kata-kata So Joon kalau Jangho tidak akan berhasil. "Yoo So Joon, sebenarnya kau itu apa?"


So Ri merasa Young Jin selingkuh dengan karyawan Happiness. Young Jin bahkan ke lokasi konstruksi dua kali.

"Pasti dia punya proyek konstruksi yang tidak diketahui orang lain." Jawab Ma Rin

"Tampangnya tidak kelihatan itu masalah bisnis." Sanggah So Ri.

"Lalu, apa ya alasan lain di baliknya?"

"Apa yang akan Gun Sook lakukan? Aku sungguh merasa dia akan bercerai."

Ma Rin tiba-tiba berhenti, ia menyuruh So Ri pergi duluan dan berbalik menuju rumah Gun Sook. Sepertinya ia tidak bisa mengabaikan kecurigaannya.


So Joon meminta Ki Doong mengatakan saja padanya kalau Ki Doong butuh sesuatu. Setelah hari ini, ia tidak akan naik subway lagi. Besok, ia akan menjalani kehidupan baru.

"Posisi pertama lotere? Posisi kedua? Lowongan kerja." Jawab Ki Doong tanpa antusian sama sekali.

"Sampai jumpa besok."

"Kalau begitu tidak usah tanya saja!"


So Joon keluar kantor dan ternyata Young Jin mengikutinya. Sampai pada akhirnya Young Jin menyapanya di dalam kereta.

"Presdir! Sudah lama, ya?"

"Aku tidak perlu menyapamu, 'kan?"

Tapi Young Jin malah memegangi So Joon. So Joon panik apalagi saat kereta memasuki lorong.


Ma Rin bilang pada Gun Sook kalau ia tahu tempat yang bisa merestorasi rekaman black box. Ia meminta Gun Sook mempercayakan memory card Young Jin padanya, ia akan membawanya kesana.

"Memory card suamimu... serahkan saja padaku."


So Joon: Apa yang kau lakukan?
>


EmoticonEmoticon

 

Start typing and press Enter to search