-->

Sinopsis Tomorrow With Episode 13 Part 1

- Maret 18, 2017
>
Sumber gambar dan Konten dari tvN

Sinopsis Tomorrow With Episode 13 Part 1


Ma Rin menulis email untuk dirinya di masa depan.

"Untuk Song Ma Rin di masa depan. Saat ini, kau dari yang kudengar, menyesali masa lalumu. Kau ingin mengakhiri pernikahanmu. Kekecewaan yang dalam... Kebahagiaan yang membuncah... Tawa yang lepas.... Segalanya merupakan masa-masa terindah. Sebuah masa penuh cinta. Bagaimana bisa kau lupakan semua itu? Meski sisa umurku hanya satu hari, aku tetap bahagia saat ini. Jadi, jangan melukai So Joon dari masa lalu. Dia priaku. Juga, aku tidak akan pernah menjadi sepertimu. Song Ma Rin yang hidup di bulan November 2016."
Email itu disetting Ma Rin untuk dikirim pada 25 November 2017.



Ma Rin sangat antusias menunggu So Joon yang sedang berganti pakaian. Sebenarnya sih antusianya itu dikarenakan So Joon mengatakan tidakakan pergi kemasa depan lagi. So Joon memandangi piyama bergambar beruang itu, haruskah ia memakai itu.

"Jangan ubah topiknya! Kau sungguh tidak akan pergi? Kau tidak akan naik subway?"

"Kau yang minta aku tidak pergi."


Ma Rin sangat antusias menunggu So Joon yang sedang berganti pakaian. Sebenarnya sih antusianya itu dikarenakan So Joon mengatakan tidakakan pergi kemasa depan lagi. So Joon memandangi piyama bergambar beruang itu, haruskah ia memakai itu.

"Jangan ubah topiknya! Kau sungguh tidak akan pergi? Kau tidak akan naik subway?"

"Kau yang minta aku tidak pergi."

Ma Rin mendadak masuk, karena dirinya? So Joon terkejut dan refleks menutup tubuhnya. Ma Rin mengingatkan kalau ini bukan kali pertama. So Joon menkelaskan kalau sengaja telanjang dan ganti baju itu berbeda.

"Cepat keluar." Ointa So Joon sambil mendorong Ma Rin ke pintu.

"Aigoo... Kau berhenti ke dunia lain demi aku. Tapi merasa berat memakai piyama couple seperti pasangan lain."

"Justru aku tidak suka karena semua orang melakukan hal yang sama. Dan, aku memang benci hal-hal semacam ini."

"Mau aku pakaikan? Sini."

"Tidak, lepaskan saja."

Ma Rin tersenyum, baiklah, Ck! cepat pakai dan keluar. So Joon terus merengek tapi Ma Rin tetap menyuruhnya memakai piyama itu.

"Kenapa aku harus memakai piyama couple segala, sih? Ah, dasar!" Gerutu So Joon tapi ia tetap memakainya.


Saat So Joon keluar Ma Rin menyambutnya dengan kamera ponsel. Bukan hanya itu, Ma Rin juga mengajak So Joon foto bersama. So Joon memasang wajah malas.

Ma Rin menjelaskan kalau semua ini akan jadi kenangan. Ia akan mengambil banyak foto, Sangat banyak. Jika suatu saat hubungan mereka memburuk, ia akan menatap foto-foto ini, dan berkata mereka sangat serasi. "Kami sangat manis" seperti itu, ia tidak akan melupakannya.


"Kau bilang tidak akan kuatir soal masa depan."

"Siapa bilang aku kuatir?"

"Aku hanya merasa terganggu oleh dia."

"Kau sedang mengolok diri sendiri?"

"Dia pantas (diolok)."

Lalu Ma Rin mengajak So Joon berfoto yang bagus untuk menunjukkan padanya. So Joon pun melakukan beberapa pose manis.


So Joon lalu meminta Ma Rin melepas piyamanya, Ma Rin tidakmau karena baru memakainya tapi lama-lama ia maujuga.

Ma Rin khawatir, apa benar So Joon akan baik-baik saja tidak pergi ke masa depan? tidak akan merasa frustasi hidup secara normal? So Joon hanya akan hidup seperti orang lain, bekerja keras, tapi juga banyak bermain, akan ia pikirkan esok ketika saatnya tiba.

"Kau akan bekerja keras? Kau?" Ma Rin terdengar tidak percaya.

"Ya, aku harus bekerja keras. Siang dan malam."

"Semangat sekali kau."


Pengumuman soal keluarnya Young Jin dari perusahaan di pasang dan para Karyawan menggunjingkannya. Sekretaris Hwang diam-diam melewati kerumunan para Karyawan itu.

Lalu Direktur Wang datang, "Wow! Lihat ini. Lihatlah. Sudah kuduga sejak lama. Juga, dia semestinya tidak dilepas begitu saja. Selain dipecat, semestinya dia dituntut juga."


So Joon datang membubarkan mereka. So Joon meminta Direktur Wang untuk menggantikan Young Jin. Direktur Wang tahu itu, tentu dirinya harus berbuat sesuatu untuk menanggulangi kondisi yang serius ini.

"Dan, kita usahakan agar masalah ini tidak menimbulkan keributan publik. Tolong jaga mulut."

"Oh, jaga mulut."

Ki Doong datang dengan memegang leher bagian belakangnya. Ia heran karena So Joon datang pagi sekali. Direktur Wang pun pamit.

Sambil jalan ke ruaangan, So Joon menanyakan penyebab Ki Doong kelihatan sangat lelah. Ki Doong menjelaskan kalau ia begadang semalaman dengan tim audit internal.

"Kau menemukan sesuatu?"

"Tidak banyak yang kami temukan. Kim Yong Jin, menggelapkan banyak dana manajemen. Rata-rata, 100 juta won pertahun. Sejauh ini, dia sudah mengambil 2 milyar."


So Joon terkejut, bisa-bisanya Young Kin mengambil sebanyak itu tanpa ada yang sadar. Ki Doong menjelaskan, Young Jin rata-rata mengambil 3-5% dari komisi proyek dan otalnya ada 7 proyek. Yang terbesar dari gedung untuk Samsung Taejung, dia mendapatkan 3 juta won perbulan dari sana.

"Kita mestinya sadar saat dia membeli rumah mewah itu." Tutup Ki Doong.

"Oke, sekarang aku mengerti. Karena proses audit masih berlangsung, cek lagi adakah penggelapan lain."

Ki Doong mengangguk mengerti lalu ia menanyakan soal nasib Sekretaris Hwang yang bahkan sampai ke rumahnya dan minta dimutasi ke departemen lain. Ki Doong rasa, dia tidak bekerja sama dengan Kim Young Jin.

"Tapi dia menyebarkan rumor kita kencan, juga mencoba mengorek masa laluku. Saat teringat hal itu, tinjuku masih mengepal."

Ki Doong tersenyum, ia tahu sulit memaafkan dia.


So Joon membahas masalah lain, ia rasa Ki Doong perlu mengajarinya bekerja. Ia mengaku tidak akan ke masa depan lagi. Ki Doong menanyakan alasannya. So Joon tersenyum sambil menjawab kalau kakinya terluka saat naik subway.


Sekretaris Hwang menghapus rekaman So Joon dengan Ki Doong. Ia kelihatan sangat sedih, "Pekerjaan apa yang kudapat sekarang?"


Direktur Wang datang, ternyata ruangan Sekretaris Hwang sekarang adalah di ruang rapat biasanya dan ia hanya mendapat meja kecil di pojokan. Direktur Wang tahu masuk dalam daftar tunggu penempatan jabatan..
pasti sangat berat untuk Sekretaris Hwang.

"Tidak apa-apa."

"Tahu kesalahanmu, Sekretaris Hwang? Kau hanya bertemu dengan bos yang salah."

"Terima kasih."

"Ya, ya. Jadi, katakan padaku. Ada yang lain soal Direktur Kim, 'kan? Sesuatu yang lebih besar dari Jangho."

"Um..."

"Ya?"

"Saya tidak tahu."

"Kenapa loyal sekali, sih? Bukankah kau sudah merdeka sekarang?"

"Tetap tidak bisa. Leluhur saya terpaksa memakai nama Jepang selama penjajahan (supaya selamat--memihak penjajah). Jadi, saya tidak mau kelemahan mereka menurun pada saya (memilih setia)."

"Ya, kau pasti memiliki banyak beban. Tapi, lambat laun tetap akan terungkap meski kau bungkam. Aku sebenarnya tidak tahu kelakuan Young Jin di belakang. Sampai kabar pemecatannya dirilis. Semua korban penipuan Young Jin akan datang kemari."

"Oh, kalau begitu..."

"Ya?"

"Saya tidak tahu. Saya ingin sendirian."


Young Jin menghubungi Presdir Choi melalui telfon rumah, tapi kayaknya ia ada di kafe. Ia membicarakan soal kontrak pembelian gedung. Ia berbohong kalau sudah berhasil meyakinkan atasan agar kintraknya dipercepat, akan diakhiri 3 bulan lebih awal.

"Terima kasih. Terima kasih. Direktur Kim banyak sekali membantuku."

Young Jin merendah, ia hanya melakukan tugas kok. Lalu ia mengajak Presdir Choi ke tempat waktu itu , ia sangat menyukai tempat itu. Presdir Choi juga menyukai tempat itu yang bagus dan tenang, ia pun setuju. Young Jin meminta Presdir Choi membawa serta kontrak lama.


Di awal, Ki Doong sudah memberi So Joon setumpuk berkas untuk dipelajarinya. So Joon tahu Ki Doong pasti sengaja mengerjainya, 'kan? Ki Doong mengingatkan, katanya mau hidup seperti orang lain. Oh iya, Ki Doong melupakan sesuatu yang paling penting.

Ki Doong memberikan dokumen rencana Direktur Wang soal distrik Sami. Halaman pertama berisi rencana dasar untuk terminal di distrik Sami disertai rencana untuk area sekelilingnya. So Joon membolak-balik dokumen itu sambil mendesah.

"Kami sudah mengumpulkan semua dokumen dan memeriksanya. Kau harus ikut membacanya."

"Aku tahu itu."

"Kau sungguh tahu?"

"Nada suaramu kenapa? Jangan-jangan kau... Auh... kau meremehkan aku, ya?"

"Aih... bukan kali ini saja kok aku meremehkanmu."

"Selanjutnya."


Ki Doong menunjukkan soal regulasi, rencana manajemen perusahaan. So Joon kesal, beri saja dia yang lebih sulit dimengerti, bagian para ahli! Ia ini Presdir!

"Kuharap perusahaan kita tidak turun kelas."

"Apa kau bilang?"

"Aku mempertaruhkan tanganku, dalam tiga hari kau pasti kembali naik subway."

"Wah... dasar! Hei, perlu kutunjukkan potensiku yang sesungguhnya? Memang apa suitnya ini?"

So Joon duduk sambil membaca semua dokumen itu tapi baru beberap menit ia sudah ketiduran. Ki Doong tahu hal itu pasti akan terjadi, ia pun meninggalkan So Joon sendirian.


So Joon duduk sambil membaca semua dokumen itu tapi baru beberap menit ia sudah ketiduran. Ki Doong tahu hal itu pasti akan terjadi, ia pun meninggalkan So Joon sendirian.

So Joon terbangun mendengar suara Ki Doong membuka pintu. Ia lalu menggerakkan tubuhnya agar tidak mengantuk, tapi saat kembali membaca ia pun kembali tertidur. Kali ini ia terbangun karena ada notifikasi pesan masuk di ponselnya. Pesan itu dari Ma Rin.


"Ma Rin! Aku merindukanmu." Rengek So Joon.

Ma Rin menanyakan apakah pekerjaan So Joon lancar dan gejala ketagihan naik subway-nya tidak muncul, kan? So Joon menjawab kalau pekerjaannya labcar kok tapi ia merindukan Ma Rin.

"Aku juga. Aku ingin bertemu denganmu. Rindukan aku, ya." Balas Ma Rin.


Ma Rin saat ini sedang makan bersama ibunya. Ibunya protes karena Ma Rin sibuk dengan ponsel, bukannya dirinya. Ma Rin minta waktu sebentar untuk mengirim pesan balasan.

"Aku sedang makan di luar bersama Ibu. Menyenangkan seandainya kau bisa ikut."

"Suamimu ini harus bekerja. Lagi pula, ibumu menakutkan."



So Joon mengakhiri acara kirim-kiriman pesan karena Doo Sik menelfon.


Di restoran, Ma Rin senyum-senyum sendiri. Ibu kesal, bicara padanya juga dong! Ibu bahkan sampai mengambil ponsel Ma Rin. Mereka perlu bicara selagi bertemu. Memang ia ini dinding!?

"Ini sebabnya dia takut pada Ibu."

"Siapa?"

"So Joon."

"Kau belum menjelaskan padanya?"

"Sudah. Aku mengaku padanya kalau aku bohong pada Ibu soal perselingkuhannya. Kudengar Ibu sampai bergulingan di tanah. Sungguh? Ibu keren. Setelah Ibu pukul, dia berubah total."

"Aigoo... dasar! Aku tidak punya muka lagi bertemu So Joon. Aku bahkan tidak mungkin ke rumah kalian lagi. Kenapa kau berbohong begitu, sih?"

"Itu sebabnya sekarang kubelikan daging."


Ibu meyakinkan, apa benar Ma Rin yakin kalau So Joon tidak selingkuh. tentu saja So Joon tidak berselingkuh. Saking kesalnya, ia melempar roti pada Ma Rin, sudah tahu sendiri kalau ia sensitif soal perselingkuhan, eh.. malah bisa-bisanya berbohong begitu.

"Teringat ayahmu berkeliaran melakukan hal itu."

Wajah Ma Rin langsung berubah, kenaa juga mengungkit hal itu. Ibu pikir kemarin Ma Rin diperlakukan begitu, jantungnya rasanya mau copot. Ma Rin minta maaf, jadi berhentilah, mereka makan di luar supaya merasa lebih baik.

"Aku menggila begitu bukan tanpa alasan. Aku bertemu suami yang salah dan melewati berbagai kesulitan. Aku sampai memburu semua wanita yang dia kencani."

"Jadi, Ibu masih punya rasa padanya? Aku tidak mengerti kenapa Ibu terus mengungkit masa lalu."

"Masa aku tidak bisa membahasnya dengan puteriku yang sudah menikah?"

"Kenapa mengungkitnya semudah itu? Ibu tidak memikirkan perasaanku?"

"Itu karena hidupku begitu tidak adil!"

"Kalau begitu, lupakan saja. Ibu bilang merindukan dia, lalu memakinya. Setiap kali ibu membahas dia, aku semakin membenci ayahku! Kenapa Ibu membuatku semakin membenci dia?"

"Tidak bisakah kau cukup dengarkan saja? Dengan siapa lagi aku bisa membicarakannya? Benar, kau memang luar biasa. Sedangkan aku bukan siapa-siapa."

Ibu lalu pergi dengan kesal.


Doo Sik sangat senang mendengar So Joon bakalan berhenti naik Subway. So Joon menjelaskan, Ma Rin sangat ketakutan,toh idak lama lagi ia akan menghilang. Faktanya, tidak lama lagi masa depan itu terjadi, dan ia tidak akan pernah bisa kembali. Doo Sik membenarkan, soalnya SO Joon terjebak entah dimana di masa depan...

"Sejujurnya, aku memeriksanya beberapa kali."

So Joon masa kini
So Joon masa depan

"Pada 30 November, aku melihat diriku sendiri naik subway. Aku mengikuti diriku untuk melihat yang terjadi. Tapi, diriku itu menoleh."

So Joon pun langsung melarikan diri.


"Jadi, esok harinya aku kembali lagi. Tahu yang kulihat?"

"Apa yang kau lihat?"



"Apa yang kau lihat?"

"Aku dari masa lalu."

"Jadi, aku tidak bisa ke sana lagi. Jika aku berkeras, diriku di sana akan berlipat ganda. Aku ingin menyerah. Kurasa, bisa jadi sangat berbahaya."

"Kau membuat keputusan benar, Nak. Anak pintar."

"Insiden ayah Se Young tidak dapat dihindari, kita tidak bisa melakukan apa-apa. Ini tidak sama dengan hal itu, 'kan?"

"Hei, kali ini bukan soal hidup dan mati. Kita bisa mengubahnya, oke? Kau cukup diam saja, biar aku yang urus. Kau bahkan tahu tanggal dan waktu kematianmu. Hal itu kan bukan sesuatu yang tidak kau ketahui."


So Joon memberikan buku catatannya pada Doo Sik, ia ingin Doo Sik menyingkirkan buku itu soalnya ia sudah mencoba membuangnya sendiri tapi rasanya sulit sekali. Oh, DOo Sik melihat keseriusan So Joon soal ini. Doo Sik penasaran, apa ada catatan soal dirinya di buku itu dan ia pun mencari-carinya. 

"Kenapa juga harus menulis soal Ahjussi?"

"Kunyuk!"


Doo Sik menanyakan soal Young Jin, apa tim audit internal masih menginvestigasi dia. So Joon menjelaskan kalau Young Jin mencuri banyak sekali bahkan Doo Sik pasti tidak menyangka nominalnya. So Joon yakin, jika ada yang salah lagi pasti akan segera terungkap.

"Begitukah? Aku akan ke masa depan dan memeriksanya."

"Buat apa, Ahjussi?"

"Sudah kubilang jangan mencemaskan soal Kim Young Jin lagi."

So Joon lalu meminta bukunya kembali, Biar ia saja yang  buang. Doo Sik heran, apa So Joon berubah pikiran karena ia membahas dunia lain? So Joon memikirkan kembali, Doo Sik pernah mencuri bukunya dan membuangnya, jadi ia rasa tidak tepat menyerahkan jurnalnya pada Doo Sik, rasanya seperti takdir yang terbukti saja.


Doo Sik tetap meminta buku itu tapi tiba-tiba turun hujan. So Joon tidak tahu bakalan turun hujan jadi ia tidak bawa payung. Untungnya Doo Sik bawa jadi ia nebeng.

"Mulai sekarang, kau akan kebasahan begini saat tiba-tiba hujan turun."

"Kurasa sih tidak. Aku yakin ada seseorang yang akan membawakan aku payung."

"Hei, aku ini orang sibuk (tidak bisa membawakanmu payung)!"


So Joon memanggil Ma Rin yang menunggunya di depan. Ma Rin melihat So Joon dan langsung berlari ke arahnya. Doo Sik panik dan cepat-cepat berlari menjauh sebelum terlihat oleh Ma Rin.

"Siapa dia?" Tanya Ma Rin.

"Sudah kukatakan padamu, 'kan? Ada orang lain di pihakku. Ya Pria itu."

"Tapi, kenapa dia kabur begitu?"

"Dia memang kadang jadi aneh."

Ma Rin menunjukkan payung yang dibawanya untuk So Joon. So Joon senang dengan perhatian Ma Rin, jadi sebagai balasannya ia mengajak Ma Rin masuk, akan ia tunjukkan kantornya.


"Dari mana kau tau akan hujan sampai membawakan payung begini?"

"Aku yang terbaik, 'kan?"

"Terbaik!"

"Aku perhatian, 'kan?"

"Terbaik!"

Doo Sik memperhatikan mereka dari jauh.


So Joon memamerkan pada semua pegawai yang dilewatinya soal iatrinya yang membawakannya payung kare adi luar mendadak hujan. Ma Rin sampai malu dan terus mendorongnya untuk segera masuk ke ruangannya.


Ma Rin mengaku hampir mati akibat malu. So Joon jujur, ia hanya memamerkan istrinya. So Joon merapikan rambut Ma Rin yang kehujanan tapi tiba-tiba Ma Rin memeluknya.


Ma Rin mengaku hampir mati akibat malu. So Joon jujur, ia hanya memamerkan istrinya. So Joon merapikan rambut Ma Rin yang kehujanan tapi tiba-tiba Ma Rin memeluknya.

Ma Rin mengatakan soal pertengkarannya dengan Ibu. So Joon bertanya kenapa. Ma Rin menjelaskan kalau ibunya mengungkit ayahnya tapi ia meresponnya dengan kasar.

"Kurasa, aku orang yang kejam."

"Kau bisa berbaikan dengan ibumu."

"Sebelum sampai kemari... aku berpikir kalau menemuimu akan membuatku merasa lebih baik. Sekarang sesudah bertemu... aku justru menyadari betapa sulitnya bagi ibuku selama ini. Dia pasti sangat kesepian. Tidak seorangpun pernah menggenggam tangannya. Itulah yang kupikirkan."


So Joon kembali memeluk Ma Rin. Tapi tiba-tiba Ki Doong masuk. So JOon mengkodenya untuk keluar lagi, Untungnya Ki Doong pengertian.


Ma Rin tahu, Ki Doong barusan masuk, ia malu sekali tapi menyenangkan. Dan... Ma Rin bersyukur serta bahagia So Joon di sisinya.

"Kau tidak boleh meninggalkanku sendirian, seperti nasib ibuku. Hanya itu yang aku inginkan. Jangan sampai kita punya anak perempuan. Bagaimana kalau dia seperti aku?"

"Hanya memikirkannya saja aku sudah senang. Si Bunga kecil."

"Kecil...kecil? Imutnya."

"Pasti sulit untukmu bicara soal ayahmu. Aku yakin ibumu memahamimu."

"Begitukah?"

"Ya."

Dan mereka kembali berpelukan.

Ma Rin tahu, Ki Doong barusan masuk, ia malu sekali tapi menyenangkan. Dan... Ma Rin bersyukur serta bahagia So Joon di sisinya.

"Kau tidak boleh meninggalkanku sendirian, seperti nasib ibuku. Hanya itu yang aku inginkan. Jangan sampai kita punya anak perempuan. Bagaimana kalau dia seperti aku?"

"Hanya memikirkannya saja aku sudah senang. Si Bunga kecil."

"Kecil...kecil? Imutnya."

"Pasti sulit untukmu bicara soal ayahmu. Aku yakin ibumu memahamimu."

"Begitukah?"

"Ya."

Dan mereka kembali berpelukan.


"Aah... aku kan harus pulang. Ngapain sih mereka di dalam? Lalu ngapain aku di luar? Masuk saja, ah."


Tepat saat itu So Joon dan Ma Rin keluar. SO Joon heran, ngapain Ki Doong disana. Ki Doong ijin, bolehkah ia masuk sekarang. So Joon mengijinkan karena ia akan mengantar Ma Rin pulang.

"Tidak, tidak.  Kau kan harus bekerja. Aku pulang sendiri saja."

"Tidak, biar kuantar."

"Aku akan pulang, kita bareng saja." Ujar Ki Doong.


Ki Doong lalu masuk untuk mengambil barangnya. So Joon meminta Ma Rin mengirim pesan saja jika ingin sesuatu nanti ia belikan saat pulang,

"Iya, Sayang."


Ma Rin ingin mampir ke rumah Ki Doong karena kebetulan mereka pulang bersama. Ki Doong takut, untuk apa ke rumahnya.

"Banyak barang So Joon di rumahmu. Aku tidak bisa membiarkan dia tinggal di dua rumah begitu terus. Aku akan mengemas barang-barangnya hari ini. Kita lakukan saat dia bekerja, kuambil semuanya."

"Oh, begitukah? Itu kabar terbaik yang pernah kudengar. Sungguh, terima kasih. Aku sangat bersyukur."


Ki Doong merasa merdeka sekarang. Ma Rin agak kesal, kalau Ki Doong negitu nanti orang bisa pikir So Joon gila. Ia bahkan menolak saat Ki Doong mau membantunya.

Ma Rin mengeluarkan CD drama dan film masa depan yang sudah Ki Doong tonton selama ini. Kalau So Joon memberinya lebih lagi, Ki Doong mungkin akan menyerahkan jiwamu pada So Joon. Hal langka punya teman penjelajah waktu ya begitu.


Ki Doong membantahnya, sebenarnya ia tidak keberatan menunggu perilisan film dan drama itu. Tapi sebagai penjelajah waktu, ia ini teman baiknya tapi kenapa tidak memberinya nomor lotere yang jitu saja, sih?

"Tidak pernah?"

"Iya."

"Sama sekali?"

"Iya. Apa coba yang dia bilang padaku? Dia tidak bisa mengubah takdirku, dan aku hanya akan dalam bahaya jika dia melakukannya."

"Tapi, dia sendiri menang lotere 3 kali. Aku benci mendengar kata 'takdir'!"

"Iya, 'kan!?"

"Auh, sungguh! Aku jadi marah hanya memikirkannya saja."

Ki Doong mengajak Ma Rin minum supaya baikan. Dan tentu saja Ma Rin tidak menolaknya.
>


EmoticonEmoticon

 

Start typing and press Enter to search