-->

Sinopsis Tomorrow With You Episode 4 Part 2

- Februari 13, 2017
>
Sumber Gambar dan Konten dari tvN

Sinopsis Tomorrow With You Episode 4 Part 2


Gun Soo melihat ke dapur dan ternyata Ma Rin sengaja memecahkan piring mahalnya. Ma Rin sengaja melakukan itu agar mulut Gun Sook bisa diam.

"Aku merasa kasihan karena kau dikucilkan. Jadi aku sengaja mengajakmu, dan apa yang kau lakukan? Aku merasa aku tidak bisa jadi temanmu lagi."


Gun Soon menarik rambut Ma Rin yang akan pergi, ia menyuruh Ma Rin membersihkan pecahan piring sebelum pergi. Ma Rin menawari, haruskah mereka bertengkar seperti anjing? Gun Sook pasti tahu siapa yang akan lebih rugi?

"Teruskan saja kalau kau kira kau bisa." Tantang Gun Sook.



Ma Rin pun balik menjambak rambut Gun Sook. Ia tidak mengerti kenapa Gun Sook selalu saja berusaha merendahkannya. Gun Sook menjawab, Ma Rin memang rendah dan ia hanya mengatakan apa adanya. Ma Rin  harusnya sadar di mana posisinya. Ma Rin makin kesal dan mempererat jambakannya. Mereka saling mengolok dengan pelan namun menusuk.

"Kau perempuan gila.." Ujar Ma Rin.

"Kau ini hanya si bodoh yang tidak punya apa-apa selain tenaga."

"Kau lebih tolol dariku. Jangan sok berpendidikan. Aku tahu semua masa lalumu, jalang. Kenapa kau tidak teriak saja supaya semua orang di luar bisa dengar?"


Sementara itu di luar, semua terus minum-minum hanya So Joon seorang yang dari tadi tidak minum dan hanya pura-pura. So Joon khawatir dengan Ma Rin, ia lalu bangkit.


Ma Rin meluapkan semua yang disembunyikannya. Ia tahu, selama berteman dengan Gun Sook, Gun Sook selalu menyepelekannya tapi Gun Sook masih bersandar padanya jadi ia merasa kasihan.

Gun Sook menyebut Ma Rin tidak tahu posisinya, ia hanya merasa Ma Rin itu perempuan gampangan yang bisa ia manfaatkan. Ma Rin terkejut mendengarnya.

"Kau tidak tahu? Apa kau tidak sadar seberapa gampangan dan bodohnya kau ini? Jadi... walaupun bukan aku, jika ada yang sedikit baik padamu.. kau jangan kegeeran."


So Joon menyadarkan mereka kalau ia melihat dan menyuruh mereka berhenti. Ma Rin dan Gun Sook pun saling melepaskan satu sama lain. Ma Rin mengalah, ia berterima kasih karena Gun Sook sudah memberitahunya.

"Kau anggap aku gampangan, dan aku benci kau. Kita sebaiknya tidak usah berurusan lagi satu sama lain." Ma Rin pergi setelah mengucapkannya, melewati So Joon.


Gun Sook mengatakan pada So Joon kalau itu adalah masalah diantara mereka. Ia harap So Joon pura-pura tidak tahu.

"Astaga, ini membuatku marah." Jawab SO Joon.

Gun Sook tidak mengerti, kenapa. So Joon melanjutkan, Berusaha untuk menonjol sementara Gun Sook menyakiti orang lain. Ia akan mengingat Gun Sook sebagai orang macam itu.

"Mari lebih sering bertemu mulai sekarang. Oh... Kita berempat bisa bertemu bersama-sama. Dengan Song Ma Rin juga."


Ma Rin malu sekali dengan perbuatannya tadi, ia sampai mengutuk dirinya sendiri gila, ia harusnya tahu seperti apa kenyataan itu.

So Joon menelfon tapi Ma Rin tidak mau mengangkatnya. Ia sangat malu jadi ia berharap So Joon berhenti menelfon.


So Joon ada di depan rumah Ma Rin, ia terus menelfon tapi tidak ada jawaban. Ia lalu duduk di bangku depan.


Ibu datang dan menegur So Joon. Ibu mengingat So Joon sebagai pria yang membuat putrinya mabuk. So Joon pun mengucapkan salam.

"Kenapa kau menguntit anakku ke mana-mana? Kami adalah keluarga yang konservatif. Kenapa kau ke sini malam-malam begini?" Kesal ibu.

So Joon minta maaf karena terlambat memperkenalkan diri, ia mengeluarkan kartu namanya dan mengatakan namanya. Ibu merebut kartu nama itu dengan kasar,

"Apa tulisan dalam Bahasa Inggrisnya? ceo? Kau ceo-nya?"

So Joon membenarkan, ia mengeja C.E.O dengan benar. So Joon mengutarakan niatnya untuk mengajak ibu makan tapi ibu malah marah, ia melarang So Joon mengekori Ma Rin lagi.

"CEO? Apa itu? Lucu sekali. Aku sudah bilang padanya untuk berkencan setidaknya dengan seorang Senior Manajer." Gerutu ibu sambil masuk ke dalam.


Ibu makan sendirian, ia sudah menawari Ma Rin makan tapi tidak mau, Ma Rin mau tidur. Ibu lalu menyinggung soal pria yang membuat Ma Rin mabuk waktu itu. Ma Rin sudah penasaran tapi ibu tidak mau melanjutkannya.

"Hei, apa yang biasany dilakukan seorang CEO? Kedengarannya posisi itu tidak stabil seperti namanya."

"Dia itu presiden direktur perusahaannya."

Mata ibu langsung melotot. Jadi CEO itu adalah pemilik perusahaan?


Ma Rin bberubah pikiran, ia mau makan tapi ibu malah melarangnya takut nanti Ma Rin menjadi gemuk. Ibu bahkan membelakangi Ma Rin dan mematahkan sumpit Ma Rin agar Ma Rin tidak bisa makan. Ma Rin terkejut dengan sikap ibunya yang sangat aneh itu.


Ibu mendatangi alamat yang tertera di kartu nama So Joon. Ia sangat terpana melihat betapa tingginya gedung perusahaan So Joon.


Ibu lalu masuk ke dalam dan bertanya pada salah satu pegawai keamanan. Ia berkata telah mendapat kartu nama dari CEO Yoo So Joon. Tapi apa benar So Joon adalah CEO disana? Petugas keamanan itu membenarkan bahkan menawari untuk menelfon ke ruangangan So Joon. Ibu melarang, dengan mengetahuinya saja sudah cukup kok.


So Joon sampai di rumah, pesan Ma Rin masuk ke ponselnya.

"Aku baru saja mengirimkan email. Tolong baca. Selamat tinggal."

So Joon punya firasat buruk. Ia langsung menuju laptopnya dan membuka email dari Ma Rin.

"Terima kasih untuk semuanya. Deokbang-ah. Aku ingin memanggilmu dengan nama itu untuk yang terakhir kalinya. Aku merasa kita tidak cocok satu sama lain. Aku punya banyak sekali kekurangan. Aku tidak cukup baik untukmu. Aku akan mempersingkatnya."
So Joon melanjutkan membaca isi e-mail Ma Rin, "Kuharap kau tidak terluka. Aku ingin menjadi kenangan yang indah bagimu. Tidak, bahkan sekarangpun aku masih egois. Aku adalah wanita egois dan akan menjadi debu dalam hidupmu."

So Joon tidak bisa melanjutkannya lagi karena Ma Rin sangat lebai dan saat ia melihat seluruh emailnya ternyata panjang banget, sepertinya bisa sampai 10 lembar kalau di-print.

"Dia mau aku putus dengannya, atau mau menahanku, sih? Apa dia berharap aku membaca semuanya sampai selesai? Kenapa dia begini? Apa dia mabuk?" Tanya So Joon lalu menutup laptopnya.


Benar saja, Ma Rin sedang minum-minum dengan So Ri. Setelah mendengar cerita Ma Rin So Ri menyimpulkan kalau Gun Sook benar-benar kelewatan. Ia akan memberitahu yang lain tentang semua ini. Ma Rin melarang So Ri bergaul dengan Gun Sook lagi.

"Tentu saja. Aku melakukannya kan hanya karena kau." Jawab So Ri.

"Kaulah segala yang kupunya, So Ri."

Dimata So Ri, Deokbang juga sangat menyebalkan. Ma Rin melotot, kenapa memangnya dengan Deokbang.


"Dia bahkan memintamu menikahinya. Kenapa dia membiarkanmu menderita sendirian? Dia adalah bos dari perusahaan tempat suaminya Gun Sook bekerja, jadi apa yang dia takutkan?"

"Akulah yang memintanya untuk pura-pura tidak mengenalku."

"Tapi tetap saja. Kalau dia menyukaimu harusnya dia mengatakannya. Atau harusnya dia balikkan saja semua isi meja."

"Jangan menjelek-jelekkan Deokbang. Kau tidak tahu apa-apa."

"Dia sama sekali tidak tulus denganmu. Dia hanya sedang bersenang-senang."

"Bukankah itu sudah jelas? Tidak ada alasan Deokbang akan tulus denganku. Kalaupun dia tulus, dia pasti akan langsung keluar dari rumahnya Gun Sook. Aku tidak cocok dengannya."

"Deokbang, si berengs*k itu tidak akan mau melakukannya. Hei, pria terburuk di dunia ini adalah.. pria yang membuatmu merasa jadi wanita menyedihkan. Aku tidak peduli seberapa hebat dia itu. Kalau dia membuat seorang wanita merasa sedih, aku akan merobek-robek tulangnya."

"Ini salahku, ini salahku. Ini adalah masalah kesadaran diriku."

"Ini semua adalah salah pria yang membuatmu merasa begini. Hei, tolak saja kalaupun dia menawarkan sesuatu. Jangan temui dia."

"Tidak akan. Aku sudah bilang padanya tidak akan."

"Bagus. Temanku ini memang cerdas."

"Tapi jangan jelek-jelekkan Deokbang lagi. Dia benar-benar pria baik. Dan juga.. dia memanggilku Kkot Soon."


Ma Rin kembali makan kurma di jalan, ia teringat kembali soal So Joon waktu itu yang marah-marah karena ia makan kacang dijalanan. Ia lalu menjelaskan kalau yang dimakannya kurma. So Joon beralasan kalau ia dari kota jadi tidak tahu soal biji-bijian dan sayur-sayuran.


Ibu menelfon dan itu membuat Ma Rin langsung melek. Ia kesal, kenapa ibunya mau bertemu dengan So Joon.

"Sudah kubilang, dia duluan yang menawariku makan malam. Saat aku menelpon Yoo So Joon, dia bilang dia akan langsung datang. Dia bilang, "Ya, Ibu." Di mana lagi kau bisa menemukan pria macam dia? Benarkah? Aku akan bertemu dengannya hari ini dan membereskan semuanya. Kau pura-pura saja tidak tahu apa-apa, mengerti?"

Ma Rin langsung berlari mencari taksi selama ibunya menjelaskan tadi. Ia melarang ibunya berlebihan karena ia dan So Joon tidak sedang ada dalam hubungan semacam itu.

"Jangan berani Ibu menemuinya. Atau aku tidak akan bicara denganmu lagi." Ancam Ma Rin.


So Joon sampai di tempat janjian bersamaan dengan Ma Rin dan Ma Rin menahannya untuk masuk. Ia berkata kalau ibunya membuat kesalahan, jadi sebaiknya So Joon pergi saja.

"Itu tidak sopan namanya."

"Kenapa juga kau harus bersikap sopan pada ibuku? Ibuku salah paham soal hubungan kita."

"Tapi tadi dia menelponku. Aku tidak bisa pergi begitu saja."


So Joon kembali melangkah masuk tapi Ma Rin manahannya lagi. Ia bertanya, apa So Joon belum membaca emailnya. So Joon bohong mengatakan belum.

Ma Rin bilang kalau ini tidak benar. Di dalam terdengar suara ibu yang sedang bicara di telfon, ia menolak ajakan temannya untuk bertemu malam ini.


Ma Rin memegang tangan So Joon tapi ia tidak menatapnya, ia tidak mau So Joon tahu tentang dirinya lebih dari ini. Soo Joon memegang pundak Ma Rin dan menatap matanya.

Kilas balik..


So Joon penasaran dengan isi email Ma Rin dan kembali membacanya,

"Ada masa dalam hidupku, di mana semua orang mengagumiku. Aku adalah harapan keluargaku waktu itu. Namun, semua orang yang menyukaiku, berbalik dalam sekejap mata. "Dia tidak akan berhasil. Kami sudah muak dengannya". "Masanya sudah selesai". Aku menghabiskan masa remajaku menerima berbagai penolakan.

Ayahku meninggalkan kami saat itu. Aku menjadi harapan bagi ibuku untuk menemukan suami yang sesuai. Seperti orang yang dulu pernah mencintai Bap Soon. perasaanmu yang kau utarakan padaku rasanya seperti balon-balon yang berterbangan. Jadi, aku takut dan merasa tidak percaya diri. Semua ini adalah salahku. Sayangnya, semua itu memang salahku."


Kilas balik selesai...


Ma Rin tetap menyuruh So Joon pergi. So Joon meyakinkannya, apa benar Ma Rin ingin ia pergi. Ma Rin membenarkan, melihat wajah So Joon saja rasanya sulit baginya.

So Joon memeluk Ma Rin, "Tapi, apa yang akan kita lakukan? Di mataku.. aku melihat sebenarnya kau sedang memintaku jangan pergi."


So Joon akan mencium Ma Rin tapi Ma Rin mundur, mengatakan kalau ada ibunya tapi So Joon tidak peduli dan tetap mencium Ma Rin.


So Joon meminta Ma Rin menunggu sebantar, ia hanya akan mengucapkan salam dan keluar. Sementara menunggu, Ma Rin membatalkan pengiriman emailnya pada So Joon.

"Entahlah. Lain kali saja putusnya." Ujarnya.


So Joon tiba-tiba saja sudah keluar. Ma Rin heran, secepat itu. So Joon tadi bilang ke Ibu kalau ia mau kencan dengan Ma Rin dan ibu menyuruhnya cepat pergi. Ma Rin terkejut, kencan?

So Joon mengajak Ma Rin ke rumahnya. Ma Rin malu dan balik badan. So Joon menawari bir, barulah Ma Rin mau ikut.


So Joon membawa Ma Rin ke rumahnya. So Joon menyuruh Ma Rin duduk di sofa, ia memperingatkan Ma Rin jangan sampai naik ke atas. kenapa, tanya Ma Rin.

"Privasi." Jwab So Joon dan ia menyuruh Ma Rin untuk duduk.


So Joon membuka kulkas dan ia mengeluarkan semua bir lalu menyembunyikannya. Ia pura-pura kehabisan bir. Ma Rin yang penasaran ada apa di atas pun mengendap-endap kesana. So Joon melihatnya dan menyuruhnya turun.

"Haruskah kita pergi ke supermarket?" Tawar Ma Rin.

So Joon sengaja tidak ingin Ma Rin minum jadi ia menolak usul Ma Rin itu. So Joon menawari jus saja sebagai gantinya. Sebenrnya Ma Rin tidak suka karena ia tidak bisa bersikap seolah semua baik-baik saja dalam keadaan sadar.


Sementara So Joon menyiapkan jus, Ma Rin mencoba sepatu unik So Joon. Ia memakainya dan sepatu itu langsung membungkus kakinya sendiri, ia sangat terkejut.

So Joon lebih terkejut lagi melihat Ma Rin memakai barang masa depan. Ia melepas paksa sepatu itu dari kaki Ma Rin.

"Hei, kau mana bisa memakainya  sembarangan begitu. Aku bahkan tidak pernah memakainya keluar. Kau tidak memfotonya, kan? Akan jadi masalah kalau kau memfoto dan memostingnya secara online. Orang-orang akan mengejarmu. Dan kau akan ada dalam masalah."


Ma Rin jadi ingin pergi melihat reaksi So Joon itu. ia hanya mau lihat rumahnya dan So Joon hanya memperlihatkan setengahnya. Dan gara-gara sepatu, So Joon membuatnya jadi tidak nyaman. So Joon minta maaf, ia menarik Ma Rin untuk duduk.

Ma Rin tidak bisa, lagian kan tidak ada bir. Keluarga So Joon pasti sebentar lagi akan sampai di rumah.


"Aku tidak punya keluarga. Orang tuaku... meninggal dalam kecelakaan. Jadi masuk sajalah. Tidak apa-apa, kok." Jawab So Joon.

So Joon bercerita, ia kehilangan kedua orang tuanya, tapi kehidupannya malah membaik setelahnya. Kalau boleh ia bilang, dirinya ini adalah orang yang sangat dihormati.

"Jadi, apa maksudnya kau ini chaebol?"

So Joon menggeleng. Ma Rin mengerti sekarang.

"Aku tidak punya keluarga, jadi hidupku bebas. Tidak ada orang yang akan ikut campur dengan urusan hidupku."


"Pasti kesepian.."

"Tidak punya seseorang untuk bersandar, bukankah kau juga begitu? Song Ma Rin yang agung, apakah semua ini terlalu berat untukmu? Ini semua cukup untuk menjadi sandaranmu, kan?"

Ma Rin tersenyum, "Yang kuinginkan hanyalah.. seseorang yang menyukaiku apa adanya. Aku ingin bisa melakukan sesuatu untuk orang itu. Seseorang yang nyaman dan bisa diajak bersenang-senang bersama. Aku tidak mengkhayalkan sesuatu yang tinggi. Orang semacam itulah yang kuinginkan."

"Sesuatu yang tinggi? Kau tidak mengharapkan sesuatu yang hebat. Tapi, kau mendapatkan sesuatu yang luar biasa."


"Kau akan sempurna kalau saja kau berhenti bicara soal pernikahan. Kau ini tidak punya yang namanya "pertengahan" dalam karaktermu, ya?"

"Kau yang membuatku begini."

"Apa yang kulakukan memangnya? Apa yang kulakukan sampai aku membuatmu bersikap ekstrem begini?"


So Joon meraih tangan Ma Rin, ia merasa cemas kalau ia membiarkan Ma Rin sendiri. Ia merasa sepertinya sesuatu yang buruk akan terjadi. Ia terus-terusan merasa cemas. Ia biasanya tidak pernah mencemaskan siapapun. Anehnya, ia merasa sepertinya ia harus ikut campur dengan hidup Ma Rin. Ia merasa itu adalah hal yang benar untuk dilakukan.

Daripada terpisah.. So Joon merasa sebaiknya mereka bersama saja. Ia berasa tidak baik jika mereka saling mengabaikan satu sama lain. Mereka harus menghadapi semuanya bersama-sama. Ia merasa ini adalah hal terbaik yang harus ia lakukan.

"Jadi, tetaplah di sisiku. Supaya aku bisa menjagamu. Serahkan saja masa depanmu padaku."

"Masa depan... Asal kau jangan bicara soal pernikahan. Itu membuatmu jadi kelihatan aneh. Baiklah.. kalau kau membicarakan soal pernikahan.. Sepertinya aku bisa berkencan denganmu."


So Joon mendekat untuk mematikan apa mereka pacaran atau tidak. Ma Rin malu dan ia hanya menggunakan isyarat, OK.

"Oh, omong-omong.. Tanganmu cantik sekali."

"Hidungmu juga cantik." Jawab Ma Rin.

"Ma Rin-ah."

"Ya?"

"Haruska kita masuk?"

"Baiklah."


Ma Rin ragu, Memangnya kita boleh melakukan itu. So Joon menjawab boleh. Ma Rin bertanya lagi, secepat ini. So Joon kembali menjawab iya.


Setelah malam itu, mereka menghabiskan hari-hari berdua dengan penuh kasih.

"So Joon-ah."

"Ya?"

"Aku mencintaimu."

"Aku juga."


Sampai pada kahirnya mereka memutuskan untuk menikah dan mengundang teman-teman secara bergantian untuk memberi mereka undangan pernikahan. Semuanya gembira kecuali Se Young. Tapi Gun Sook tidak diundang.


Terakhir mereka meminta restu pada Ibunya Ma Rin. Ibu sangat senang sampai mencium pipi So Joon.


So Joon melamar Ma Rin di atas mobil mewahnya.


Anehnya, bukan pengantin wanita yang mencoba gaun pengantinnya tapi malah SO Joon dan Ma Rin sibuk mengambil foto.


Mereka juga sangat bahagia saat pengambilan foto pernikahan. Senyum lebar terus mereka tunjukkan.


Se Young masih bekerja, ayahnya mengajaknya pulang lebih cepat hari ini. Mereka harus bersiap untuk pernikahan So Joon besok.

"Besok, ya pernikahannya?"

"Bersiaplah untuk pulang. Mau berapa hari kau terus-terusan lembur begini?"

"Yang mau menikah kan So Joon. Kenapa aku yang harus siap-siap? Aku kan bukan mempelainya."

"Kita kan harus berfoto besok."

Se Young jadi sewot karena So Joon mau meikah bahkan ia sampai membentak ayahnya.


Se Young menyendiri memandangi fotonya bersama dengan So Joon.

"Si berengs*k itu. Dia tidak pernah berkencan dengan
siapapun. Kenapa dia buru-buru sekali menikah?"

So Joon menelfonnya dan ia pura-pura sedang rapat lalu cepat-cepat menutupnya.


So Joon sedang mengemas barang-barangnya di lantai atas dibantu oleh Ki Dong. So Joon heran, apa Se Young marah karena sesuatu? Se Young bahkan tidak mau menunjukkan wajahnya padanya. Ia merasa sakit hati.

"Dia benar-benar sibuk akhir-akhir ini." Jawab Ki Dong.

"Bagaimanapun, aku akan menikah besok."

"Kau tahu bagaimana Se Young itu dan kita bahkan tidak punya waktu untuk makan malam bersama."

Tapi ngomong-ngomong, So Joon mau memindahkan barang-barang itu kemana. Tanpa meminta persetujuan Ki Dong , ia akan memindahkan semuanya ke tempat Ki Dong. Ki Dong kesal tapi ia tidak bisa menolaknya.


Dan sekarang mereka sudah ada di rumah Ki Dong, 

"Apa kau tidak mau memberitahu Ma Rin soal dunia lain? Dia kan anggota keluargamu sekarang, jadi apakah tidak sebaiknya kau jujur?"

"Walaupun aku memberitahunya, aku tidak bisa memberitahu dia segalanya."

"Apalagi yang kau sembunyikan?"

"Tidak ada. Aku akan memberitahunya semua nanti.

"Hei. Menurutmu apa itu pernikahan?"

"Tinggal serumah dengan kontrak jangka panjang?"

"Astaga. Sepertinya itu tidak salah juga sih."

"Aku tidak tahu kenapa semua orang punya makna yang begitu mendalam soal pernikahan. Padahal mereka kan bisa tinggal bersama sambil tetap menghormati gaya hidup masing-masing. Kau bisa hidup nyaman seperti itu. Bukankah begitu?"

"Mungkin tidak."


Ma Rin kembali berhenti di tiang stasiun Namyeong. Ia mengatakan pada para kornah kalau ia akan menikah besok dengan pria yang ia temui di atas kereta.

"Aku akan hidup dengan baik. Fighting!" Janji Ma Rin.

Tiba-tiba hujan turun dan Ma Rin segera masuk ke dalam stasiun. Hujannya sangat deras.


Bahkan saat pernikahan pun masih hujan. Semua tamu undangan memaksi payung dan pengantin pun juga mengenakan payung tentunya. Semua yang hadir bersuka ria tapi So Joon kelihatan tertekan.


"Walaupun di hari saat hujan turun dari langit yang cerah.. akan ada banyak hari dalam hidup, di mana hujan turun dengan derasnya. Saat hujan turun, dua orang ini akan saling berpegangan tangan dengan erat. Mereka akan menjadi payung satu sama lain. Mereka akan berjanji untuk menjaga satu sama lain dengan payung cinta mereka." Ucap Tuan Shin dihadapan kedua mempelai.

Pernikahan tentu saja ada kiss.


Saat pengambilan foto Ma Rin berkata pada So Joon kalau ini benar-benar luar biasa. So Joon bilang sepertinya hari ini akan hujan dan bilang sebaiknya mereka tidak mengadakan acara pernikahan di luar ruangan.

"Toh, kau lebih percaya pada pembawa berita cuaca daripada naluriku."

"Itulah bagian yang paling aneh. Bagaimana bisa nalurimu lebih tajam daripada berita cuaca?"

So Joon hanya tersenyum.


Doo Sik datang ke pernikahan tapi ia tampak tidak senang. Curiga sama nih orang, kalau di depan So Joon ia tampak ceria banget tapi kalau di belakang, ia menakutkan banget.


Ma Rin sangatbahagia menikah dengan SO Joon, ia bahkan menggoda So Joon saat So Joon masih tidur.

"Milikku, suamiku. Dia benar-benar tampan."


So Joon sebenrnya sudah bangun dan sengaja membiarkan Ma Rin dengan sikap kekanakannya itu. Ma Rin berkali-kali menyebut kalau dirinya itu adalah miliknya. Lihat aja tuh reaksi kaki So Joon setelah Ma Rin pergi.


Ma Rin mengantar So Joon sampai ke luar gerbang.

"Kenapa kau keluar? Kau harusnya di dalam saja."

"Ini kan hari pertamamu bekerja setelah kita menikah. Aku selalu ingin melakukan ini sejak dulu."

"Keinginan yang aneh. Aku pergi dulu."


Ma Rin memanggil So Joon sambil melambai,

"Yeobbo! Semoga harimu menyenangkan." Ia lalu membentuk tanda hati, "Suamiku. Pulanglah ke rumah lebih cepat."

So Joon membalas tanda hati Ma Rin, tapi ia canggung, akhirnya ia menyuruh Ma Rin masuk saja.


Ma Rin bernarasi, "Pria itu dan aku..."

So Joon bernarasi, "Wanita itu dan aku..."

Mereka berdua bersama-sama bernarasi, "...akhirnya menikah."

Ah.... Episode ini manis banget.. suka suka.. Bang So Joon romantiiiss XD


Oh iya satu lagi, foto pernikahan mereka sama dengan masa depan yang dilihat So Joon, Memakai payung kuning.


>


EmoticonEmoticon

 

Start typing and press Enter to search