-->

Sinopsis While You Were Sleeping Episode 5

- Oktober 05, 2017
>

Sumber Gambar: SBS


Ayah So Yoon terlihat memukuli Ibu So Yoon, sesuatu dilempar hingga memecah kaca Apartemen.


Lalu Seung Won terlihat shock menatap ke bawah.

Narasi Hong Joo: Ada momen mengerikan yang tidak pernah ingin kita hadapi dalam hidup."

Jae Chan histeris karena adiknya dibawa oleh polisi.

"Momen mengerikan itu selalu didahului oleh beberapa pilihan yang memunculkan momen itu sendiri."


So Yoon keluar dari sekolah, ia menghubungi kejaksaan untuk menanyakan kasus ayahnya. Tuan Choi mengatakan kasus Ayah So Yoon disudahi karena mereka menerima permintaan korban untuk tidak menghukumnya.

"Begitu rupanya. Terima kasih."


Jae Chan bermimpi dalam tidurnya di kantor.

"Pilihan sepele itu kembali menjadi penyesalan dan menghantui kita kelak. Jika bisa mengubah pilihan yang tampaknya tidak berarti itu, kita mungkin mampu menghindari momen-momen mengerikan itu."


So Yoon pergi membeli Zat Antibeku untuk Semua Musim, tiba-tiba Seung Won menarik tangannya. Seung Won akan mengantar So Yoon pulang.

"Lepaskan. Berpura-puralah tidak pernah melihatku."

"Jangan seperti ini. Ayo kita bicara di kantor polisi dan pengadilan. Pasti ada jalan keluar."

"Tidak ada yang bisa kita lakukan."

"Kudengar jaksa akan mengubur semuanya. Dia bodoh dan bekerja keras dengan sia-sia."

"Siapa jaksa bodoh yang bekerja keras dengan sia-sia itu?"


Hong Joo bertanya, siapa Seung Won? Jae Chan balik bertanya, Seung Won adalah adiknya, kenapa?

"Di mimpiku, pria bernama Seung Won membunuh seseorang."

"Apa?"


Seung Won terkejut mendengar nama kakaknya disebut. So Yoon menambahi, Jaksa Jung Jae Chan bersekongkol dengan pengacara itu.

"Tidak mungkin."

"Apa maksudmu?"

"Jaksa itu.. adalah kakakku."

"Apa?"


Jae Chan menghubungi Seung Won tapi tidak diangkat. Jae Chan panik, ia langsung bergerak. Hong Joo mengikutinya.


Ibu menelfon So Yoon, menyuruhnya untuk menginap ke rumah Sung Hee. Alasannya adalah Ibu dan Ayah harus membicarakan sesuatu hari ini.

"Kenapa aku tidak boleh pulang?"

Tapi Ibu malah menutup telfonnya. So Yoon panik, ia langsung berlari. Seung Won mengikutinya.


Jae Chan terus menelfon Seung Won sambil jalan. Hong Joo menghentikannya.

"Sadarlah! Katamu kamu juga bermimpi, bukan? Mari pastikan apakah mimpi kita cocok. Kapan kejadiannya?"

"Malam ini. Kita berdua mengenakan setelan yang kulihat di mimpi."

"Artinya, waktu kita tidak banyak."

"Beri tahu aku soal mimpimu secara detail."

"Tampaknya seperti di ruang tamu keluarga kaya. Ada piano di tengah ruangan."



"Sepasang suami istri berkelahi di sana. Tidak, aku tidak bisa menganggap mereka berkelahi. Sepertinya wanita itu sedang dipukuli oleh suaminya."


"Putri mereka dan Seung Won datang saat itu."


"Putri mereka dan Seung Won datang saat itu."

Seung Won berusaha menghalangi Tuan Park, sementara So Yoon memeluk ibunya. Tuan Park melemparkan metronom ke arah Seung Won. So Yoon memperingati Seung Won, jadi Seung Won bisa menghindar. Akhirnya metronom itu memecah dinding kaca.


"Lalu, selagi melerai perkelahian, Seung Won..."

Tuan Park selanjutnya mengambil tongkat golf, ia akan memukulkannya pada Seung Won tapi Seung Won kembali menghindar. Tongkat golf itu mengenai dinding kaca tadi dan pecah lagi, kali ini sangat luas hingga Tuan Park jatuh ke bawah, menimpa sebuah mobil mobil.


"Akhirnya dia mendorong sang suami hingga terhempas dari balkon."

Seung Won shock melihat ke bawah. Ia ketakutan.


Saat itu Jae Chan menelfonnya.

"Semua ini salah Kakak. Aku menjadi pembunuh karena Kakak." Jawab Seung Won sambil menangis.

"Dia menyalahkan kakaknya. Katanya, dia menjadi pembunuh karena kakaknya."


Hong Joo heran, kenapa semua itu karena Jae Chan? Jae Chan menebak, jangan-jangan kasus Park Jun Mo?

"Kasus Park Jun Mo?" Ulang Hong Joo.

Jae Chan teringat adiknya saat hari valentine kamarin mengatakan kalau temannya mengadakan resital piano. Ia juga teringat kata-kata Yoo Beom kalau putri Park Jun Mo adalah Park So Yoon, seorang pianis. Lalu saat ia menutup kasus Park Jun Mo.

"Itulah sebabnya dia bilang itu salahku. Karena aku membiarkan Park Jun Mo bebas. Kamu ingat lokasi apartemennya?"


Hong Joo menjawab, ia melihat dua bulan dari jendelanya. Dua bulan yang dimaksud itu adalah bola "Pameran Star World". Mereka menemukannya lalu bergerak ke sana.


Han Woo Tak tertidur di mobil saat patroli. Rekannya menggerutu kesal.


Woo Tak bermimpi, Tuan Park tewas dan ia menangkap Seung Won.

Seung Won sangat ketakutan di dalam mobil, ia menjelaskan bawasannya ia hanya berusaha membantu ibu temannya.


Lalu Jae Chan datang, meminta adiknya dibebaskan. Seung Won menangis memanggil kakaknya, menjelaskan kalau semua itu bukan karena ia, ia tidak bersalah, ia bukan pembunuhnya.


Woo Tak terbangun, ia menyangkal bawasannya tadi ia tidak tidur. Rekannya menyuruhnya mengusap mulutnya dulu. Rekannya (Kyung Han) menggeliat. Woo Tak menawarkan diri untuk menyetir.


Kyung Han akhirnya meminggirkan mobil dan mereka berdua sama-sama keluar. Kyung Han mengeluh mulas, apa karena tiram yang ia makan ya?

Kyung Han akan ke toilet tapi Woo Tak menyarankannya untuk menggunakan toilet di divisi patroli. Kyung Han menurut saja.


Saat akan masuk mobil, Woo Tak melihat Jae Chan berlari di jalan. Ia sepertinya tidak asing.

Kyung Han bertanya kenapa, karena Woo Tak tak kunjung masuk. Woo Tak menjawab tidak ada apa-apa, lalu ia masuk.


Saat mobilsudah jalan, Woo Tak ingat siapa Jae Chan. Jae Chan adalah orang yang menyelamatkannya. Kyung Han menyuruh Woo Tak lebih cepat, ia sudah tidak tahan.


Woo Tak memang menambah kecepatan tapi ia malah memutar balik mobil dan menyalakan sirine

"Hei, matikan sirenenya. Ini tidak terlalu mendesak. Matikan!" Bentak Kyung Han, tapi Woo Tak tidak mendengar.


Ibu memberikan dokumen Pengajuan Surat Cerai pada Ayah, tapi Ibu ingin Ayah membiayai sekolah So Yoon di luar negeri? Ayah tersenyum, memangnya ia ini apa? UNICEF? Bunda Teresa?

"Kita sudah menulisnya. kau bilang akan melakukan apa pun jika aku menulis pernyataan itu." Bantah Ibu.

"Seakan-akan kau pantas mendapatkan semua ini karena menulis surat itu. Kini hukum dan jaksa memihakku. Untuk apa aku melakukan ini untukmu?"

AYah lalu merobek dokumen itu di dapan Ibu.


Sementara itu, So Yoon dan Seung Won sudah sampai di lobi. Mereka berlari menuju lift.


Ayah: kau tahu kenapa hukum memihakku? Meski aku melakukan ini (memecah vas, memukul guci dan barang pecah belah yang lain dengan tongkat golf sampai semuanya pecah)... Meski aku melakukan semua ini...


Jae Chan dan Hong Joo juga sampai di lobi, mereka berlari.


Ayah melanjutkan, meski ia melakukan semua itu, tidak akan ada yang bisa menyentuhnya. Karena semua yang ada disana, termasuk Ibu adalah miliknya. Ia bisa bertindak semauku terhadap yang ia miliki. Hukum sangat memahaminya karena ini adil.


Ibu memunguti semua dokumen yang ayah sobek. Ibu dengan takut berkata kalau ia akan membuat pengajuan lagi. Ayah naik darah, ia akan memukul Ibu. Tapi tiba-tiba alaram kebakaran berbunyi nyaring.

Ayah sontak berhenti, kemudnya melihat ke atas, shock.


Ternyata yang memencet alaram adalah Hong Joo. Semua orang berlarian keluar apartemen.


Ayah lalu melihat ke bawah, ada polisi datang, Woo Tak dan Kyung Han.


Jae Chan menemukan adiknya di dalam lift, ia langsung menariknya keluar dengan kasar. Seung Won heran, kenapa dengan kakaknya itu. Jae Chan lalu menyentuh wajah adiknya dengan sayang.

-=Episode 3=-
Diam-Diam, dengan Hebat


Di bawah berdatangan orang-orang, polisi, petugas pemadam, dan petugas medis. So Yoon dan ibunya ada diantara mereka. So Yoon baru bertemu ibunya disana, jadi ia langsung memeluknya.

"Ibu baik-baik saja?"

"Tentu, ibu baik-baik saja."

Ibu lalu mengajak So Yoon ke tempat yang lebih sepi.


Penjaga apartemen menuduh Hong Joo membuat laporan palsu, ia tadi lihat Hong Joo memencet alaram kebakaran.

"Kukira aku melihat asap. Tidakkah Anda bau mengendus bau terbakar?"

"Aku tidak mengendus apa pun."

Yang lain pun kesal pada Hong Joo karena main-main dengan alaram itu. Hong Joo gagap menjelaskannya.


Lalu Woo Tak datang, mengatakan kalau ia juga melihat asap, jadi ini bukan laporan palsu. Hong Joo kelihatan heran dengan Woo Tak, tapi ia diam saja.


Jae Chan menarik adiknya ke taman, ia marah karena adiknya tidak menurut saat ia menyuruhnya pulang.

"Aku punya alasan. Jika ingin mendengarkanku, Hyung akan mengerti alasanku..."

"Hyung sudah tahu temanmu adalah putri Park Jun Mo. kau kemari karena mencemaskan dia."

"Hyung tahu? Tapi Hyung masih bersikap seperti ini? Haruskah aku berlagak bodoh?"

"Ya! kau akan tersakiti jika terlibat. Kenapa kau tidak menjawab ponselmu?"

"Aku tidak bisa menjawab karena Hyung membuatku malu!"

"Apa?"


Seung Won: Berlagak bodoh? Meskipun hal mengerikan terjadi kepada temanku? Teganya Hyung mengatakan itu. Hyung tidak pantas mengaku jaksa!

Jae Chan: kau mungkin sudah membunuhnya jika Hyung tidak mencegatmu.

Seung Won: Hyung tidak boleh berkata seperti itu! Hyung harus mengakui kesalahan Hyung dan meminta maaf karena telah menjadi jaksa gadungan. "Aku akan menyidiknya dengan benar. Percayalah kepadaku. kau tidak perlu khawatir". Itu yang seharusnya diucapkan jaksa! kau Hyungku, bukan? Ya, seorang jaksa sama sekali tidak berguna. Sebagai Hyung, Hyung sungguh tidak berguna.


Seung Won akan pergi, tapi Jae Chan menahannya. Benar, ia tidak berguna. Tapi Seung Won lebih tidak berarti daripadanya.

Jae Chan: Bahkan Hyung akan terlibat masalah jika tidak bertindak. Sadarlah!

Seung Won:Hyung sungguh mempermalukanku sampai akhir.

Jae Chan: Itu lebih baik daripada kau terluka. Jangan terlibat dalam masalah So Yoon.

Seung Won tidak mendengarkan, ia meninggalkan Jae Chan dengan kesal.


Ibu menyuruh So Yoon untuk menginap di rumah Sung Hee. So Yoon menjawab sudah sangat larut, dan juga, ibu bagaimana? Ibu menjawab ia baik-baik saja.

lalu Hong Joo datang dan langsung mengajak mereka berdua pergi ke rumahnya.

"kau siapa?" Tanya So Yoon.

"Aku pacar Hyung temanmu. Ayo pergi dari sini sebelum suami Anda melihat Anda."


Benar saja, Tuan Park keluar dan memanggil-manggil Ibu, tapi untung Hong Joo berhasil membawa mereka menjauh.


Mereka bertiga di pinggir jalan raya tapi tidak ada satu taksi pun yang melintas. Bis juga sudah berhenti beroperasi.

"Ada banyak tempat lain yang bisa kita tuju." Kata So Yoon.

"Sungguh? Di mana? Katakan. Aku akan mengantarmu ke sana."

"Aku hanya berkata.. ada banyak tempat yang bisa kita tuju."

"Apa?"


Di dalam mobil, Woo tak bercerita pada Kyung Han kalau tadi ia bermimpi aneh. Kyung Han tidak begitu mendnegarkan, ia fokus pada usahanya menahan mulasnya.

"Aku tidak bisa memercayai situasi ini sekarang. Woo Tak-ah, aku benar-benar harus ke toilet."

"Ah.. Kita akan segera sampai. Tahan lima menit lagi."

"Lima menit lagi? Tidak, ototku yang di bawah sini... Semenit pun aku tidak tahan. Cepatlah."


Woo tak melihat Hong Joo di pinggir jalan, ia lalu berhenti dan tidak memperdulikan Kyung Han yang mulai panik.

Woo Tak turun dari mobil, bertanya pada Hong Joo apa yang dilakukannya disana?

"Kami harus pulang, tapi tidak ada bus pada jam ini. Kami juga tidak bisa memanggil taksi."

"Ke mana tujuan kalian?"

Kyung Han memohon dari dalam mobil, ia sungguh tidak tahan, ia perlu ke toilet di divisi patroli...

Hong Joo menjawab Woo Tak, ia tinggal di dekat Sangku-dong. Woo Tak menyuruh mereka naik, ia akan mengantar kesana. Kyung Han geleng-geleng tapi Woo Tak tak melihatnya.


Mereka kemudian naik ke dalam mobil. Kyung Han kasihan banget~ Ia terus menggeliat.


Woo Tak berkata pada Hong Joo, mereka pernah bertemu kan? Hong Joo bingung dan kelihatan tidak ingat. Woo Tak berkata lagi, Hong Joo tidak mengingatku? Di Hari Kasih Sayang, mereka nyaris mengalami kecelakaan serius.

Ibu langsung menutup telinga So Yoon.

Hong Joo: Ah.. Benar. Pantas saja kau tampak tidak asing.

Hong Joo menjelaskan pada Ibu kemudian, bukan seperti yang Ibu kira kok! Yang mereka bahas adalah kecelakaan mobil. Ibu lalu melepaskan telinga So Yoon.

"kau polisi rupanya. Aku bahkan belum berterima kasih di hari itu karena terselamatkan." Kata Hong Joo pada Woo Tak.

"Tenang saja. Tidak apa-apa."


Ekspresi wajah Kyung Han sudah gak karuan, ia bergumam, tidak bisa menahannya lagi. Sabar ya~~


Mereka sampai di rumah dan So Yoon langsung membuka pintu kamar Hong Joo. Ibu So Yoon (Nyonya Park) minta maaf pada Ibu Hong Joo karena mereka sudah merepotkan. Ibu tidak masalah, toh Hong Joo sudah memberitahunya secara rinci tentang kejadiannya.

So Yoon bergabung dengan mereka setelah ibunya memanggil. Ia bertanya agak meremahkan, hanya ada dua kamar? Ibu Hong Joo menjawab, mereka bisa tidur di kamar utama, ia bisa tidur di kamar Hong Joo.


So Yoon bergabung dengan mereka setelah ibunya memanggil. Ia bertanya agak meremahkan, hanya ada dua kamar? Ibu Hong Joo menjawab, mereka bisa tidur di kamar utama, ia bisa tidur di kamar Hong Joo.

"Tidak usah. Kurasa aku dan ibuku sebaiknya tidur di ruang tamu." Kata So Yoon.

"Jangan. Di sini dingin. Tidak perlu merasa tidak enak. Tidurlah di kamar utama." Balas Hong Joo.

"Bukan karena merasa tidak enak. Aku lebih memilih tidur di lantai. Ibuku juga akan memilih untuk tidur di sofa. Bukankah begitu, Ibu?"

Ibu So Yoon terkejut, tapi kemudian mengiyakan apa kata So Yoon, ia ingin tidur di sofa. Hong Joo mengerti, ia akan mengambilkan matras, jika tidak lantai dingin akan membuat wajah So Yoon kaku.

"Sudah kubilang, aku suka tidur di lantai." Paksa So Yoon.

Ibu Hong Joo menyuruh Hong Joo mengambilkan pemanasnya. So Yoon langsung menolak, tidak usah! Kulitnya kering, dan penghangat hanya akan membuatnya makin parah.

Ibu So Yoon: Dia kurang bergaul karena anak semata wayang. Maafkan aku.

Ibu Hong Joo: Astaga, santai saja. Kulit putriku juga kering, jadi, aku benar-benar memahaminya.


Jae Chan kembali ke rumah dan ia menatap foto keluarganya.

Kilas Balik..


Ibu marah-marah setelah kejadian motor Jae Chan menabrak warung. Ibu mengangkat-angkat briket menyala yang dibawanya dengan kesal.

"Jujur, aku sungguh malu. Jae Chan sangat mempermalukanku. Bahkan aku malu berjalan di lingkungan ini."

Ayah menenangkan Ibu dan memintanya menurunkan briket itu. Mereka bisa membicarakannya, bukan? Jangan menakuti  seperti ini.

"Aku menakutimu? Ini mengerikan bagimu? Bagiku, uang lebih mengerikan. Anak bodoh itu ditipu dan kini dia berutang 5.000 dolar. Itu jauh lebih menakutiku daripada hal lainnya."


"5.000 dolar... Sebenarnya, jika kita berpikir soal mengganti rugi semua kerusakan properti dan bisnisnya, 5.000 dolar terdengar cukup masuk akal. Wajar saja jika yang melakukannya mengganti rugi." Jelas Ayah.

Ibu ketawa, begitukah? Haruskah mereka membahas yang benar dan salah?


Sementara itu, Seung Won yang masih kecil hanya duduk mendengarkan sambil memnggambar anggita keluarga mereka.


Ibu melanjutkan:Putra sulung kita membodohi kita dan mencuri uang dari kita untuk membeli motor. Lalu dia menabrak sebuah toko dan menyebabkan semua kerugian ini! kau juga. Aku harus bekerja keras karena upahmu kecil. Dengan begitu, kalian berdua pantas dihukum mati! Baiklah, lebih baik kita semua mati hari ini!"

Ibu membanting briketnya, jadi berantakan di lantai dan juga menyala. Ayah dan Ibu kebingungan.


Ibu: Astaga! Lantainya... Astaga.

Ayah: Sayang, ini... Astaga, panas sekali!

Jae Chan: Ibu sedang apa? Katanya kita semua harus mati. Ibu mencemaskan lantainya?

Ibu langsung menyuruh kedunaya keluar, ia sudah tidak tahan melihat mereka.


Ayah dan Jae Chan harus bermalam di luar, mereka melipat tangan di dada, kedinginan.


Lalu Seung Won keluar membawakan penghangat dan kantong tidur.

Seung Won: Ibu memintaku memberi tahu Ayah bahwa dia tidak mengirim semua ini. Hyung. Cobalah menjaga sikap, ya?

Jae Chan kesal, ia membentak adiknya, tapi Seung Won tidak takut. Seung Won lalu masuk lagi.


Ayah tidak bisa tidur, tapi kelihatannya Jae Chan sudah tidur. AYah lalu mengarahkan penghangat kepada Jae Chan.

"Maafkan Ayah.. kau pasti sangat kesal kepada ayah saat di polsek. Semua ini karena ayah payah. Karena ayah tidak becus. Ayah sangat menyesal. Ayah hanya tidak mau kau menjadi seperti ayah. Ayah ingin hidupmu jauh lebih baik. Mungkin itu alasannya harapan ayah selalu tinggi. Ayah ingin kau lebih tinggi daripada ayah. Ayah ingin kau mempunyai mobil meski ayah selalu naik bus. Ayah tidak pernah naik pesawat, tapi ayah selalu ingin kau naik pesawat kelas satu. Ayah memulai karier ayah sebagai PNS Tingkat Sembilan, jadi, ayah ingin kau memulainya di level yang lebih tinggi. kau mungkin memanipulasi rapormu seperti itu karena merasa tidak bisa memenuhi harapan ayah. Maaf karena ayah telah menekanmu. Ayah memang payah. Maafkan ayah."


Jae Chan sebenarnya tidak tidur, ia menangis tanpa suara mendengar pengakuan ayah itu.

Kilas Balik Selesai..


Jae Chan mentapa kembali foto keluargnaya lekat-lekat.


Hong Joo dan Jae Chan ada dibawah pohon sakura di malam hari, indah sekali. Hong Joo mengalungkan tangannya ke lehar Jae Chan. mereka saling tersenyum.

Hong Joo kemudian berjinjit, hendak mencium Jae Chan.


Hong Joo bangun karena mimpinya itu.

"Astaga, yang benar saja. Aku benar-benar heran. Aku terlalu bergairah atau apa? Ciuman? Aku yang.. yang pertama menciumnya? Tidak mungkin. Itu membuatku tampak menyedihkan!"

Hong Joo menendang-nendang dalam selimut, kesal setengah mati.


Ibu keluar kamar dan menguap lebar, tapi ternyata Ibu So Yoon dan So Yoon sudah menyiapkan makanan.

"Aku hanya bisa memakan masakan ibuku. Aku tidak bisa beraktivitas tanpa masakan ibuku. Silakan duduk. Kami telah menyiapkan peralatan makan ekstra." Jelas So Yoon.

"Begitu rupanya. Terima kasih."


Hong Joo membuka pintu kamar mandi, bertnaya pada ibunya dimana penyedot toiletnya karena toiletnya tersumbat.

"Seperti ada sapi yang membuang kotoran besar di sana!" Teriak Hong Joo lalumenutup pintunya kesal.


Ibu Hong Joo merasa tidak enak, sementara So Yoon menegaskan kalau itu bukan dirinya. Ibu Hong Joo lalu menyuruh Hong Joo keluar, nanti ia saja yang membereskannya.

Ibu So Yoon tambah merasa tidak enak karena menambah kerepitan.

"Tidak sama sekali. Anggap saja kotoran itu milikku... Maksudku, santai saja dan anggap sedang rumah sendiri. Tenang. Ya."

Ibu Hong Joo tak sengaja melihat luka lebab di tangan Ibu So Yoon. Ibu So Yoon langsung menutupinya dengan lengan bajunya dan cepat-cepat mengucapkan terimakasih.

"Santai saja." Jawab Ibu mengerti, padahal ingin tahu tapi diam saja.


Jae Chan entah kenapa bangun pagi kali ini. Ia mencoba mengoreng telur tapi minyaknya menyiprat ke dahinya, ia mnegeluh kepanasan.

Lalu ia memegangi daun bawang, ia memotongnya tapi malah tangannya keiris. Hadeuh..

Akhirnya ia menyajikan lauk instan di meja.


Seung Won masih kesal dengannya, sampai-sampai membanting pintu, pokonya ia melakukan semuanya dengan kasar.

Jae Chan menyuruhnya makan sebelum pergi.

"Aku tidak berselera."

Jae Chan menggerutu, sejak kapan Seung Won memedulikan hal semacam itu? Ia lalu mengembalikan nasi yang sudah diambilnya di mangkuk ke ricecooker kembali.


Seung Won menegaskan, ia tidak akan pernah menjadi jaksa. Jae Ghan menjawab, Seung Won tidak akan pernah menjadi Jaksa dengan nilai-nilai seperti itu. 

Jae Chan menyantap sarapannya, "Astaga, ini lezat sekali. kau sungguh tidak ingin makan? Nanti kau menyesal."

Seung Won tidak peduli, ia malah pergi dan membanting pintu.

"Astaga, dia sungguh keras kepala." Gerutu Jae Chan.


Hong Joo menyarankan, bagaimana jika Ibu So Yoon mencoba memercayai jaksa itu lagi? Ibu Hong Joo menyetujui usul Hong Joo dan meminta mereka tetap tinggal disana sampai kasusnya selesai.

"Kasusnya sudah ditutup. Jaksa telah memutuskan untuk tidak mendakwa suamiku." Jawab Ibu So Yoon.


Hong Joo menjelaskan, ia sudah bertanya pada Jae Chan dan Jae Chan bilang asisten jaksanya belum menyetujui, jadi kasusunya belum di tutup. Jadi, jika Ibu So Yoon bisa sedikit membantunya--.


So Yoon menyelanya, "Membantu dia dengan apa? Pengacara Ayah dan jaksa bodoh itu sudah mengakhiri permainan itu."

"Kenapa kau menyebut dia bodoh?"

"Semua jaksa bodoh. Mereka hanya membutuhkan pernyataan korban untuk membebaskan tertuduh."

"Kalau begitu, jangan buat pernyataan."

"Andai ibuku tidak menulisnya, Ayah mungkin akan memukuli ibuku sampai ibuku menulisnya."

"Kalau begitu, beri tahu jaksa soal semua kekerasan dan penyerangannya."

"Kubilang, tidak ada gunanya. Mereka bersekongkol menipu kami!"


Hong Joo berteriak, "Hei, bagaimana mungkin orang bodoh melakukan hal semacam itu?"

"Lihatlah. kau mengakui bahwa mereka bersekongkol."

"Bukan itu maksudku. Astaga.. kau mau bertaruh? Jaksa itu akan menyidik ayahmu dan memasukkan dia ke penjara. Aku berani bertaruh... Aku berani bertaruh... Dengarkan, ya?"

"Berhentilah berusaha terlalu keras. Eonni mungkin tidak punya apa pun untuk dipertaruhkan."

"Hei! kau yang membuat toilet tersumbat, bukan? Jelas, kau yang membuang kotoran besar itu."

"Hah! Kekanak-kanakan sekali. Sampai jumpa."

Hong Joo masih kesal, ia mengikuti So Yoon ke luar dan melanjutkan perdebatan.


Ibu So Yoon berbisik, terkadang membesarkan anak semata wayang memang sulit sekali. Ibu Hong Joo menjawab, tapi satu saja lebih baik daripada dua tapi seperti mereka berdua.

"Dia mirip ayahnya, bukan aku." Lanjut Ibu.


Jae Chan membeli obat di apotek, mungkin karena luka saat memasak tadi.


Hong Joo celingukan di jalan. Lalu Jae Chan menghamoiri dan Hong Joo tampak senang. Jae Chan bertanya, apa dirinya ada disana di mimpi Hong Joo?

"Tidak, aku sedang menunggumu."

Hong Joo sadar, dahi Jae Chan terluka dan jarinya juga. Jae Chan menjelaskan, ia terluka selagi membuat sarapan.


Hong Joo celingukan lagi dan setelah melihat apa yang ia maksud, ia berlari ke sana. Jae Chan heran, mau kemana Hong Joo itu?
>


EmoticonEmoticon

 

Start typing and press Enter to search