-->

Sinopsis Solomon's Perjury Episode 12 Part 1

- Januari 31, 2017
>
Sumber Gambar dan Konten dari jtbc

Sinopsis Solomon's Perjury Episode 12 Part 1


-- Sebelum Sidang Terakhir --

Ji Hoon menemui ayahnya di yayasan. Pak Han memintanya duduk tapi Ji Hoon memannggilnya, bisakah Pak Han bicara jujur padanya sekali saja? Ada banyak orang di ruang sidang. Ia mengerti pekerjaan Ayahnya dan sebab berkata seperti itu.

"Tapi sekarang, hanya ada aku di sini. Kebenarannya... Apa pun itu... Tidak bisakah mengatakannya padaku?"

"Ayah sudah katakan yang sebenarnya."

"Aku ingin memercayai Ayah."

"Kalau begitu, percayalah."

"Appa... Ayah adalah orang yang baik. Sedangkan aku bukan apa-apa. Dulu, Ayah tidak punya kewajiban memikirkan... bagaimana aku melanjutkan hidup
ataupun yang akan terjadi padaku. Tapi, Ayah tetap kembali untukku. Ayah mengulurkan tangan, dan menyelamatkan aku. Ayah... seseorang sebaik itu. Tapi kenapa... Besok, aku akan menjadi terdakwa di persidangan. Segala sesuatu malam itu, akan kuceritakan semuanya."



Ji Hoon lalu ke sekolah, ia menatap taman dimana mayat So Woo ditemukan. Ji Hoon kemudian mengirim pesan pada Seo Yeon dengan akun Jeong Pa

"Aku sudah selesai bersiap untuk persidangan terakhir."


Pak han mengundang Detektif Ko minum. Mereka saling mengenalkan diri beserta jabatan masing-masing. Pak Han mengakui kalau Detektif Ko sudah membesarkan Seo Yeon dengan baik, saat dewasa nanti, Seo Yeon akan menjadi orang hebat. Detektif Ko juga merasa demikian untuk Ji Hoon.

Pak Han memiliki permintaan pada Detektif Ko.


Seo Yeon minta maaf karena terlambat, ia perlu waktu berpikir. Ji Hoon menjawab, ia lebih terlambat dari Seo Yeon.


Ayah menyiapkan sarapan untuk Joon Young. Joon Young mengingatkan kalau ia tidak terbiasa sarapan. Ah.. ayah tidak tahu hal itu, ia tersenyum menepuk bahu Joon Young.

Oh iya, hari ini sidang terakhir kan. Ayah bertanya, apa Ji Hoon mau Ayah datang menonton, Ayah ingin melihat kehebatan Joon Young.

"Ayah harus datang lebih awal, karena kami sangat populer. Ruangannya mungkin tidak akan cukup." Jawab Joon Young dan ayah akan mengingat hal itu.


Persidangan terakhir, dimana Ji Hoon duduk di kursi terdakwa mengaku sebagai pembunuh Lee So Woo. Semua irang yang ada disana terkejut bukan main. Seo Yeon melanjutkan pemeriksaannya.


"Terdakwa. Berdasarkan bukti yang telah dikumpulkan Kejaksaan, sekitar pukul 11 tengah malam, Anda melakukan panggilan melalui telepon umum di depan sebuah toko. Anda mengakuinya?"

"Ya. Itu benar."

"Siapa yang Anda telepon?"

"Lee So Woo. Kelima panggilan itu berasal dari saya."

"Kenapa Anda menelepon dia? Tolong katakan pada kami."

"Itu karena aku sudah berjanji pada Lee So Woo."

"Janji apa?"

"Janji bahwa aku akan pergi ke tempat yang ditentukan, menemukan telepon umum, lalu menghubungi dia."

"Kelima tempat telepon umum itu adalah... Bangbae-dong, Rumah Sakit Katolik Seoul, Kantor Polisi Gyeong-ak, Pemakaman Haneul, dan di depan SMA Jeong-guk. Bagaimana proses pemilihan tempat-tempat itu?"

"Semuanya adalah tempat yang memiliki kenangan bagi saya."


Ji Hoon bercerita.. 11  tahun lalu terjadi pembunuhan di wilayah Gyeong-ak. Seorang pria, pecandu alkohol, memukuli isterinya sampai mati. Satu-satunya saksi peristiwa itu adalah putera mereka yang berusia 7 tahun. Anak itu bersaksi melawan ayahnya, dimana pria itu akhirnya bunuh diri dalam tahanan.


"Anak itu... adalah saya. Saya harus menjabarkan masa lalu itu agar bisa menjelaskan soal pemilihan lokasinya."

Seo Yeon menanyakan apa yang terjadi setelah itu. Ji Hoon menceritakan kisah hidupnya selanjutnya... Selama beberapa saat, ia di panti asuhan. Lalu, ia diadopsi oleh Jaksa yang menangani kasus pembunuhan itu. Ayah angkatnya begitu menyayangi dan menjaganya. Tapi, malam pembunuhan itu bukan sesuatu yang mudah ia lupakan.

Seiring waktu, ia bertambah dewasa, ia semakin menyadari beban luka itu. Sampai pada titik ia tidak dapat hidup normal. Kemudian, saat kelas 7 SMP, ia dirawat di rumah sakit psikologis. Itu akibat susah tidur, halusinasi, dan upaya bunuh diri. Di sana, ia mengenal So Woo.


Sekarang, Seo Yeon meminta Ji Hoon menjelaskan arti tempat-tempat itu.

Lokasi pertama tepat berada di depan rumah lamanya. Lokasi kedua di depan kantor polisi ia melaporkan ayahnya. Di sana pula ia menjalani pemeriksaan.


Tempat ketiga adalah tempat upacara pemakaman ibunya digelar. Tempat ke-empat adalah lokasi persemayaman abu Ibunya.

Setelah menelfon, Ji Hoon mengunjungi ibunya dan ia menangis tersedu.


Seo Yeon menanyakan kenapa Ji Hoon berjanji menelepon So Woo dari lokasi-lokasi itu. Ji Hoon menjelaskan, pada malam natal, So Woo mengirim pesan padanya menggunakan akun Jeong Pa. So Woo memintanya meneleponnya melalui telepon umum.

Pertama di depan rumah lamanya. So Woo punya permintaan.


Seo Yeon menanyakan permintaan apa itu. Ji Hoon menjawab, permintaan menemukan alasan untuknya tetap bertahan hidup. Lalu Seo Yeon menanyakan bagaimana respon Ji Hoon.

"Saya hanya bilang saya mengerti, lalu meminta dia menunggu."

"Anda tidak terkejut mendengar hal semacam itu?"

"Saya sahabat So Woo. Sudah beberapa bulan terakhir saya merasakan dia sedang kesulitan. Saya juga kuatir dia memikirkan hal terburuk. Jadi saat mendengarnya, saya tahu waktunya sudah tiba. Dan saya hanya berpikir bagaimana mengubah pikirannya, apa pun itu."

"Janji yang Anda buat itu bisa mengubah pikiran So Woo?"

"Saya ingin menunjukkan padanya. Saya baik-baik saja sekarang, meski telah melalui insiden seburuk itu. Juga, rasa sakit dan kesulitannya... juga akan sembuh seiring waktu. Itulah yang ingin saya buktikan padanya."


Joon Young menatap Ji Hoon haru. Seo Yeon melanjutkan, "Jadi, Anda dengan sengaja datang ke tempat-tempat itu meski menyakitkan?"

"Ya. Lalu, saya menelepon dia dan mengatakan... saya tidak lagi merasa sakit meski teringat akan insiden malam itu, segalanya sudah baik-baik saja. Tapi... sejujurnya, saya tidak baik-baik saja. Di lokasi lain saya baik-baik saja, tapi saat melihat foto ibu saya di areal persemayaman, saya merasa dunia saya runtuh. Jadi, saat itulah saya tidak bisa mengatakan
bahwa saya baik-baik saja."

"Sekarang, lokasi terakhir."

"Sebenarnya, saya diminta masuk ke... rumah lama saya, dimana pembunuhan terjadi. Tapi, saya tidak sanggup ke sana. Saya ingin mengakhiri segalanya. Jadi... saya memilih pulang. Lalu, saya melihat sebuah telepon umum, dan menelepon dia dari sana. Saya katakan sejujurnya, bahwa saya tidak sanggup karena terlalu berat."

"Bagaimana respon So Woo?"


So Woo menyuruhnya ke atap sekolah SMA jeong-guk. Ji Hoon menanyakan untuk apa tapi So Woo hanya menjawab akan menunggu Ji Hoon. Setelh menutup telfon Ji Hoon menangis tersedu hingga kakek menghampirinya.


Seo Yeon bertanya, apa malam itu Ji Hoon bertemu dengan So Woo di atap sekolah? Ji Hoon membenarkan. Ji Hoon takut So Woo akan mati? Ji Hoon membenarkan dengan hampir menangis.


Min Suk menyala, Ji Hoon bisa bilang kalau ingin jeda. Tapi Ji Hoon menyuruh mereka lanjut saja. Ji Hoon sudah meneteskan airmata. Seo Yeon kemudian minta jeda. Min Suk memberi waktu 20 menit.


Semua rapat di ruang klub tanpa Ji Hoon dan Joon Young. Yoo Jin mengaku tidak sanggup bertahan dengan sidang hari ini. Fakta Han Ji Hoon adalah murid pria dari malam itu, juga Ji Hoon adalah sahabat Lee So Woo... Masa lalunya... semuanya menakutkan dan berat.

Min Suk bertanya pada Seo Yeon, apa Ji Hoon setuju menjadi terdakwa? Kalau tidak, ia akan... Seo Yeon menyela, Ji Hoon lah yang memintanya. Ji Hoon memintanya mendudukkannya di kyrsi terdakwa.

"Dia adalah Jeong Pa saat ini. Dia yang menyarankan olah perkara padaku, bahkan membantuku. Sebab di akhir, dia ingin mengungkapkan segalanya." Lanjut Seo Yeon.

"Kenapa dia hidup seperti itu? Dia rumit sekali. Malang sekali..." Ujar Soo Hee.

"Tapi kalau begitu, artinya kita dimanfaatkan dalam rencananya? Aku merasa terluka." Ujar Seung Hyun.


Seo Yeon awalnya juga marah dan terluka. Ia merasa dikhianati, seperti Seung Hyun. Tapi, sejak awal ia memang ingin mengetahui kebenarannya. Ji Hoon hanya mempermudahnya melakukannya. Jadi, ia tidak lagi merasa begitu. Tapi... Ia merasakan luka Ji Hoon. Ji Hoon pasti mengalami waktu yang sangat berat.


Joon Young menemui Ji Hoon. Ji Hoon minta maaf karena tidak mengatakan lebih awal. Ternyata Joon Young sudah menduganya, pagi itu merekasempat bertemu. Ji Hoon heran, sejak kapan Joon Young ingat.

"Tas di kamarmu. Gantungan kunci di tas itu."

"Itu hadiah dari So Woo, aku tidak bisa membuangnya."

"Bukan karena kau memang ingin aku mengetahuinya? Mudah saja menyembunyikannya kalau kau tidak ingin ketahuan. Hal itu membuatmu mudah tertangkap."

"Siapa yang tahu? Mungkin, secara tidak sadar, aku ingin seseorang memihakku."


"Seseorang yang akan percaya padamu... dan berjuang untukmu? Kalau begitu... Aku akan jadi pembelamu. Aku tidak yakin memenuhi kualifikasi. Aku tidak sepintar kau, juga tidak pandai bicara. Juga tidak tajam. Aku mungkin akan kalah sebelum memulai apa-apa. Tidak cocok sebagai pengacara."

"Tapi kau... teman yang baik. Itu sudah cukup. Seseorang yang tetap menyukaiku meski sudah mengetahui segalanya."

Mereka berdua saling tersenyum.


Reporter Park memuji Ji Hoon, bagaimanapun kupikirkan, Ji Hoon memang berbeda. Anak berusia 7 tahun bisa tumbuh sebaik itu setelah yang terjadi. Luar biasa, dan di waktu bersamaan ia tetap merasa kasihan padanya.

"Bagaimana perasaanmu setelah Han Ji Hoon jadi terdakwa?" Tanya Reporter Park.

"Aku tidak akan mengatakan apa pun sampai putusan dijatuhkan."

"Karena terlanjur menutup kasus sebagai bunuh diri?"

"Bukan. Aku tidak takut disalahkan. Tapi selama ini, kita hanya mencoba menangkap dan mencari tahu tentang dia, di luar persidangan. Namun sekarang, dia muncul dengan sendirinya. dia hanya ingin mengungkapkan keseluruhan cerita, aku ingin dia memanfaatkan kesempatan itu dan kita hanya perlu menonton saja. Kurasa, setidaknya itu yang bisa kita lakukan untuk menghargai persidangan ini."


Seo Yeon melanjutkan dengan memberitahukan bukti lain pada para hadirin. Tengah malam, 25 Desember, Lee Joo Ri mengatakan bahwa dia melihat seseorang melarikan diri dari sekolah. Mereka sudah mengonfirmasi kesaksiaannya melalui rekaman black box mobil, yang terparkir di sana pada saat kejadian.

Ia bertanya pada Ji Hoon, aoa Ji Hoon mengakui itu adanya. Ji Hoon mengiyakan. Selanjutnya Seo Yeon menanyakan apa yang terjadi malam itu di atap sekolah.




Ji Hoon datang ke atap sekolah, saat itu So Woo duduk di tepi. Ji Hoon menyuruhnya turun dan mereka bicara. So Woo menjawab ia suka disana.

"Jangan aneh-aneh!" Bantak Ji Hoon.

Akhirnya So Wooberbalik menatap Ji Hoon. Apa Ji Hoon  melihat ia seperti bercanda ya? Ji Hoon lalu naik ke atas ventilasi.


"Apa apa, sih? Awalnya kau baik-baik saja." Ucap Ji Hoon baik-baik.

"Sekarang, aku membenci segalanya. Sekarang, aku membenci segalanya. Kehidupan."

"Apa maksudmu? So Woo. Katakan padaku, kita diskusikan bersama. Apa pun itu!"

"Jika kuberi tahu.. Apa kau bisa mengatasinya?"

"Tidak masalah. Aku akan mendengarkannya. Sekarang, turun dari sana."

"Bahkan meski ayahmu terlibat? Ini soal rahasia yang disembunyikan ayahmu. Mau kuberitahu?"

"Apa maksudmu? Jawab aku! Kenapa dengan ayahku?"

"Dia kotor! Ayahmu kotor! Juga pengecut. Dia itu sampah."

"Lee So Woo! Bisa-bisanya kau berkata begitu?"

"Aku juga tidak tahu. Tidak tahu apa yang harus aku lakukan. Aku membenci ayahmu, kau, juga diriku sendiri! Aku tidak mengerti mengapa dunia seperti ini, membuatku gila! Jadi, katakan. Kau... Apa kau baik-baik saja setelah melihat ayah kandungmu membunuh ibumu? Seolah semuanya baik-baik saja, kau bersikap normal dan bergaul dengan orang lain, hidup bagaikan segalanya lancar. Bagaimana bisa aku... Katakan, bagaimana cara aku untuk bisa begitu? Apa alasan aku untuk tetap hidup? Katakan padaku."

"Aku tidak ingin bersabar lagi padamu. Lakukan semaumu!"


So Woo mengancam akan mati. Ia bahkan berdiri di tepi. Jika Ji Hoon pergi ia akan loncat.

"Lakukan sesukamu! Jika kau begitu ingin mati, lakukan!" Bentak Ji Hoon lalu pergi segera dari sana.


>

2 komentar

avatar

ditunggu lanjutan sinposisnya mba.. smoga sehat selalu

avatar

Pertama kali komentar setelah baca sinopsis dari episode satu, drama ini keren banget. Salut buat semua pemerannya
Semangat untuk sinopsis part 2 nya


EmoticonEmoticon

 

Start typing and press Enter to search